Program Raskin Tidak Tepat Sasaran *Menjadi Dilema Bagi Aparat Desa

Share it:
Sukabumi,(MediaTOR) - Program beras miskin (Raskin) bagi orang miskin yang diluncurkan melalui lembaga Bulog tujuannya membantu masyarakat tidak mampu dalam ekonomi lainnya.Diharapkan melalui program ini dapat teratasi kebutuhan pangannya
    Program ini pertama diluncurkan awal tahun 1998 dengan nama operasi pasar khusus (OPK) Bulog, yang sebelumnya membidangi sembilan bahan pokok, pada saat bersa
maan operasi pasar khusus (OPK). Sekarang Raskin Bulog melepaskan kebijakannya menjadi lembaga yang membidangi beras. Penyaluran raskin pada rakyat tidak mampu mulai dari distributor ke titik distribusi dan sampai ke penerima manfaat tidak lepas dari persoalan. Program bagi rakyat tidak mampu ini sebelumnya ada anggapan pengelolaan raskin ditingkat desa kental dengan nuansa politik.
    Program Raskin dalam ketahanan pangan telah berjalan dan bertahan selama 17 tahun sampai sekarang. Program ini ibarat gadis primadona cantik mengajak kencan, berbagai cara taktik, politik dilakukan untuk mengejar kenikmatan sesaat. Pada akhirnya kenikmatan sesaat  dirasakan, akhirnya terjerambab ke dalam lumpur nista dan terhina.   
    Kejahatan raskin dalam catatatan penulis yang berpeluang melakukan kejahatan adalah di gudang, kepala gudang dalam tupoksi secara khusus tanggung jawab keluar dan masuk barang, serta menjaga kualitasnya. Sebaliknya, jangan heran jika terjadi dimasyarakat, beras susut dan kualitas tak terjamin.
    Terkait penyimpangan tercatat, oknum Kepala Gudang Dramaga, Bogor Opom Adam, kasusnya telah melibatkan karyawan  Subdivre Cianjur uang miliaran rupiah hasil kejahatanya ratusan ton beras dalam gudang dijual ke pasar bebas. Akhirnya sang pembual itu merasakan kenikmatan sesaat, Opom Adam digelandang ke pihak hukum.   
     Lain hal soal kasus yang terjadi di desa secara umum, akibat kebijaksanaan sistem. Contoh kasus yang terjadi didesa. Penyimpangan raskin terjadi ditingkat pengelola di desa akibat dari kebijakan sistem. Harga penjualan raskin yang tidak menentu dan terkadang bila beras yang dikirim dari Bulog jelek dan bau, total masyarakat tidak mau beli. Jika di masyarakat terjadi raskin tidak mau beli akhirnya pihak pengelola seperti menghadapi persoalan berat. Sementara uang yang dipakai nebus beras itu dapat pinjaman  yang harus dikembalikan, sementara bermasalah banyak karena enggak ada yang mau beli. Bila pada akhirnya raskin tersebut kadang digratiskan atau dijual menjadi masalah.
     Di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi ratusan ton beras raskin jatah masing-masing desa tidak diambil. Akhirnya para Kades tersebut bingung, diambil sering tidak laku dan banyak susut, tidak diambil kadang muncul anggapan kades tidak sayang terhadap masyarakatnya.
   Dari berbagai kendala soal raskin tidak pernah mau berhenti, akhirnya Bupati Sukma meminta pengelolaan Raskin sekarang ini dikelola oleh pihak desa. Dalam pengelolaan menggunakan dana APBDES anggaran pembelanjaan kas desa. “Penjualan beras kepada masyarakat tidak boleh melebihi harga dari Rp1500/kg. Jika terjadi penjualan beras melebihi harga yang sudah ditetapkan,maka segala resiko ditanggung sendiri,” jelas PTH Kades Bojong Genteng, Kecamatan Jampang M.Sholeh kepada MediaTOR menjelaskan bahwa jatah raskin Desa Bojong Genteng 1,3 ton dari jumlah keluarga prasejahtera sekitar tidak kurang dari 90kk.
     “Pendistribusian raskin dari jumlah kuota yang ada dalam pelaksanaan pembagian beras tersebut belum bisa dipastikan sipenerima utuh sekarung. Pada prinsipnya selama bisa diatur dalam pemerataan sesuai kesepakatan ditingkat penerima manfaat sah saja,” kilah M.Sholeh. Dengan segala kemampuan yang ada yang dimiliki dan keterbatasan dalam sesuatunya harapan tidak semudah membalikkan telapak tangan.(Us)


Share it:

Daerah

Post A Comment:

0 comments: