Tim pembela Rita KK/PT RK terdiri dari Anwar Husin SH MM, Jacob Antolis SH MM MH, Christophorus SH, Amirudin Ilyas Saputra SE SH, Hadi Soeyamto SH, dalam suratnya meminta agar Menkopolhukam Mahfud MD segera melakukan langkah-langkah penyelesaian terkait dugaan adanya pemutarbalikan fakta atau kebohongan dilakukan JPU/jaksa peneliti Heru Pramana dalam gelar perkara bersama Jampidum Kejaksaan Agung, JPU/jaksa peneliti, dan pihak penyidik dari Mabes Polri. "Maunya kita ada tanggapan atau tindakan lanjutan dari Menkopolhukam Pak Mahfud MD terkait pengaduan kami tersebut," kata Anwar Husin, Jumat (25/2/2022).
Dalam gelar perkara tersebut, jaksa Heru Pramana menyebutkan debitur Rita K mengikuti lelang dan termasuk sebagai penawar atas villa Kozy, agunan pinjamannya dengan nilai Rp 4 miliar. Kenyataan atau faktanya dan juga dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) serta yang terungkap dalam persidangan dengan terpidana Suciati Ningsih bertolak belakang dengan penjelasan jaksa peneliti Heru Pramana dalam gelar perkara tersebut. Akibatnya, Rita KK/PT RK tentu sangat dirugikan Heru Pramana.
Jaksa peneliti Heru Pramana dan JPU kasus perbankan di Bank BOII lainnya (dulu Bank Swadesi) yang salah satu terdakwanya telah dihukum Mahkamah Agung, saat berusaha dimintai tanggapan atas tudingan Rita KK/PT RK tidak berhasil. Namun komandan jaksa peneliti/JPU itu, Jampidum Dr Fadli Djumhana SH MH membenarkan bahwa Rita KK/PT RK dengan tim pembelanya telah mengadukan anak buahnya baik ke Jaksa Agung, Presiden Jokowi dan maupun ke Menkopolhukam. "Ya itu haknya, melapor ke mana saja, silakan," ujar Fadli Djumhana, Kamis (24/2/2022).
Mendengar penjelasan Jampidum tersebut, pihak pengadu menyesalkannya. Jampidum dinilai agak arogan. Jampidum dinilai pula mentang-mentang jadi pejabat negara kok seenaknya tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pihaknya selaku korban yang telah berjuang hampir 12 tahun namun tidak kunjung memperoleh keadilan. Bahkan Jampidum dinilai merasa dirinya kebal hukum.
Pengacara Rita KK/PT RK, Christophorus Harno, sebelumnya menyesalkan keterangan jaksa peneliti pada gelar perkara di Kantor Kejaksaan Agung. Dia kemudian mendesak jaksa itu membuktikan keterangannya yang mengatakan Rita KK/PT RK ikut lelang aset agunanya sendiri di BOII yang dulu Bank Swadesi bahkan menawar dan manafsir senilai Rp4 miliar. “Jika jaksa peneliti tidak bisa membuktikan pernyataanya itu maka keterangan jaksa tersebut menyesatkan bahkan kebohongan besar,” tegas Chris, Rabu (23/2/2022).
Chris menduga, Jaksa peneliti tidak melakukan penelitian sesuai Berita Acara Penyidikan dan fakta hukum secara cermat, proporsional, objektif dan bermanfaat dalam memberi keterangan pada expose kasus pidana BOII tersebut. Sebab, debitur menandatangani perjanjian kredit dengan acuan draft appraisal Bank Bumi Daya (BBD) sejumlah Rp12,5 miliar. Padahal, katanya perjanjian kredit pertama tidak pernah dilakukan apraisai aset Vila Kozy oleh BOII. “Ironisnya, jaksa peneliti mengatakan bank telah melakukan appraisal, artinya jaksa peneliti tidak membaca Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik,” jelasnya.
Jaksa peneliti juga mengatakan debitur mendapat kredit tiga kali, padahal yang benar debitur hanya mendapat kredit dua kali. Ini menunjukkan bahwa jaksa peneliti tidak membaca kronologi kasus ini secara benar. “Jaksa peneliti mengabaikan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah Incraach atas nama terpidana Ningsih Suciati. Jaksa peneliti tidak profesional dan tidak memberikan keterangan sesuai dengan fakta,” ujarnya.
Chris juga menduga jaksa peneliti dalam kasus ini, hanya mendengar alibi-alibi pihak lawan yang dibuat acuan untuk membalikkan fakta kasus. “Berdasarkan fakta tersebut dan Jaksa tidak bisa membuktikan tudingannya terhadap klien kami maka jaksa peneliti tidak layak meneliti dan menganalisa kasus ini,” tuturnya.
Tim pembela Rita KK/PT RK sebelumnya telah mengirimkan surat permohonan perlindungan dan keadilan hukum kepada Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo. Hal itu terkait dengan penerbitan P19 pertama dan P19 kedua berisi petunjuk yang tidak bersifat berkelanjutan dan tidak konsisten serta tidak sinkron dari petunjuk JPU pada Jampidum di Kejaksaan Agung di Jakarta atas nama Diyah Yuliastuti SH MH, Yuni Daru SH MH dan tim Yudi Handono SH MH selaku Dir Kamneg dari Direktur Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana umum lainnya.
Petunjuk atau P19 terakhir menyarankan agar penyidik mengikuti aturan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 dan penyidik mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013. Namun JPU diduga memaksakan kehendak untuk mengkaburkan/menghilangkan atau membelokkan perkara peristiwa yang terjadi pada tahun 2008-2011, yang diduga jelas hendak menghilangkan dan mengkaburkan fakta hukum dari semua bukti-bukti dan keterangan saksi ahll pengakuan para tersangka lain yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Patut diduga, telah terjadi suatu kondisi lobby-lobby transaksional para tersangka sehingga berkas penyidikan atas nama tersangka Primasura Pandu Dwipanata dkk belum juga dinyatakan lengkap atau P21. Walaupun sudah ada putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum kasasi perkara atas nama Ningsing Suciati bekas Direktur Utama PT Bank of India Indonesia tbk dahulu Bank Swadesi telah putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti.
Sebab, dalam petunjuk P19 kedua (terakhir) justru pengembalian berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata DKK yang disangka melanggar hukum berkaitan dengan tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) huruf b UU.No.10 tahun 1998 atas perubahan UU. No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Padahal, putusan kasasi Mahkamah Agung yang sudah inkracht yang menyatakan Ningsih Suciati bersalah. Dengan begitu sudah selayaknya berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata DKK yang disangkakan melanggar tindak pidana perbankan dinyatakan lengkap atau P21.***
Post A Comment:
0 comments: