Penyalahgunaan Garapan Hutan Lindung di Sumsel, Diduga Ada 'Main Mata' Antar Oknum

Share it:


Jakarta,(MediaTOR Online) - Adanya Program Perhutanan Sosial oleh Pemerintah, diduga banyak pengusaha/Perorangan yang menyalahgunakan izin peruntukan lahan tersebut. Kalau semula tujuan program tersebut untuk pemeratasn ekonomi masyarakat di sekitar lokasi hutan, ternyata paraktiknya untuk kepentingan oknum-oknum pengusaha yang diduga ber'main mata' dengan oknum instansi terkait.

Oknum-oknum pengusaha berlomba lomba menanam kelapa sawit di Kawasan Hutan Lindung dengan mengajukan izin Pengelolaan Perhutanan Sosial yang mengatasnamakan Kelompok Tani Hutan.

      Dari penelusuran Society Corruption Imvestigation (SCI), sejak digulirkannya program tersebut beberapa tahun yang lalu, tak terhitung berapa banyak Kelompok Tani Hutan mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial. Setelah ditelusuri, menurut Asmawi HS, Ketua Society Corruption Investigation (SCI), Kelompok Tani Hutan itu hanya kamuplase, akalan akalan. Sesungguhnya, yang mengajukan itu pengusaha/ perorangan yang sudah menanam kebun sawit di Kwasan Hutan Lindung dengan jumlah ratusan hektare dan sudah berjalan bertahun tahun. Bahkan sudah menghasilkan. Nah, untuk melegalkan perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Lindung itu diajukan Proposal Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial yang akan menggarap kawasan hutan, yang mengatasnamakan petani Hutan.

     Untuk Mengurus Izin tersebut, kata Asmawi, diduga ratusan juta rupiah uang keluar dari kantong oknum pengusaha yang mengalir ke oknum oknum tertentu. Dari beberapa pemilik kebun sawit yang mengajukan izin tersebut, ada yang disetujui dan ada pula yang ditolak. Sebelum pengajuan Proposal, sebelumnya, UPTD KPH Wilayah melakukan pengecekan ke lapangan dengan Surat Perintah Tugas. Setelah itu dikeluarkan Rekomendasi dan Peta lokasi. 

     Ironisnya, pihak UPTD KPH Wilayah mengeluarkan Rekomendasi dan Peta lokasi yang diduga dikamuplir. Padahal sudah jelas perkebunan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung."Ini ada apa dengan oknum di UPTD KPH Wilayah?" tanya Asmawi. 

       Sebagai tindak lanjut Pengajuan Permohonan Kelompok Tani Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup membentuk Tim Verifikasi Teknis yang terdiri dari beberapa unsur. Dari hasil Verifikasi Tim Teknis, sebagian besar Kelompok Tani Hutan yang mengajukan itu bukan berasal dari Desa setempat. Malah merupakan pekerja kebun. Selain itu, terdapat kebun sawit miilik perorangan, yang luasnya ratusan hektare. 

     Dari catatan SCI, beberapa Permohonan Pengajuan Perhutanan Sosial, ditolak untuk dipertimbangkan oleh Tim Verifikasi. Dan ada juga dikeluarkan izinnya, meski berada di Kawasan Hutan Lindung.

      Di Sumatera Selatan, data yang diperoleh SCI, Tahun 2021 sebanyak 58 Kelompok Tani Hutan yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial. Sedangkan di Kabupaten Banyuasin, 14 KTH yang mengajukan Permohonan. Setelah dilakukan Verifikasi tim Teknis dari berbagai unsur pada bulan Maret 2022, sesuai surat tugas dari Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada beberapa KTH yang dikeluarkan izinnya dan ada beberapa KTH yang ditolak. Dari berbagai sumber yang dihimpun Tim SCI, sebetulnya pihak yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial itu Pemilik kebun perorangan yang menggarap Hutan Lindung sejak lama dengan luas ratusan hektare.       

     Kelompok Tani Hutan hanya kamuflase. Seperti, misalnya Kelompok Tani Hutan Mulya Makmur yang berlokasi di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin. Lahan tersebut sesungguhnya milik Jabai, H.Jemain. Kelompok Tani Hutan ini langsung diketuai Jabai. Setelah dilakukan Verifikasi Teknis oleh Tim Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari berbagai unsur, ternyata anggota Kelompok Tani Hutan Mulya Makmur bukan warga Bunga Karang. Malah sebagai pekerja kebun milik Jabai. Dari Verifikasi itu juga, ternyata areal yang diajukan adalah Kawasan Hutan Lindung yang sudah ditanami Kelapa Sawit.

   Ironisnya, Rekomendasi dan Peta yang dikeluarkan oleh UPTD KPH Wilayah III Palembang-Banyuasin tidak menyebutkan adanya perkebunan kelapa sawit. Diduga data yang disampaikan akal akalan.

    Hal serupa juga terjadi pada KTH Tunas Agro Lestari yang terletak di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago. Ternyata pemilik kebun adalah Yasmin seorang Dosen sebuah Universitas di Palembang. Anehnya dalam Proposal Permohonan yang diajukan, Yasmin sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan.

     Menurut Asmawi, beberapa KTH yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial itu sesungguhnya hanya pinjam nama,kamuflase. Lahan yang diajukan ratusan hektare diduga merupakan lahan perorangan yang berada di Kawasan Hutan Lindung.

    Diduga, ada permainan antara oknum pemilik kebun dengan oknum-oknum di UPTD KPH Wilayah III Palembang- Banyuasin. "Sudah tahu  Hutan Lindung, sudah ditanami kelapa sawit dan milik perorangan, kenapa di rekomendasikan " ujar Asmawi.

    Ternyata, Program Pemerintah untuk membantu petani yang melakukan aktifitas di dekat Kawasan Hutan Lindung atau terlanjur menggarap Hutan Lindung dimanfaatkan oknum oknum untuk meraup keuntungan. Disatu sisi, pemilik kebun yang menggarap Hutan Lindung, berupaya melegalkan usahanya dengan ikut Program Perhutanan Sosial. Disisi lain oknum Pejabat mengambil kesempatan untuk meraup rupiah. Dalam waktu dekat, SCI akan melakukan langkah langkah berupa Lapdu ke Aparat Penegak Hukum dan menyampaikan Rekomendasi ke Presiden untuk melakukan langkah-langkah.

   Dibagian lain, MediaTOR akan menurunkan berita suap oknum UPTD KPH Wilayah III Palembang-Banyuasin.Vidio bukti suap tersebut sudah berada di Redaksi MediaTOR.(rd)

Share it:

Daerah

Post A Comment:

0 comments: