TERKAIT PEMBATASAN BBM

Share it:

Kebijakan Pemerintah Makin Tidak Prorakyat
Wacana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebagai opsi tambahan kebijakan pembatasan subsidi BBM menuai reaksi yang sangat beragam. Banyak kalangan yang menolak. Bahkan, kebijakan tersebut dinilai hanya akal-akalan pemerintah untuk membohongi rakyat.
Jakarta, (MediaTOR)
Pada akhirnya yang sengsara adalah rakyat sendiri. Kebijakan pemerintah makin tidak prorakyat.
Rencana pemerintah untuk mengalihkan BBM ke gas, merupakan konsumsi politik, sekadar meningkatkan citra atau memperbaiki citra yang kini sedang terpuruk. Jika benar pemerintah serius melaksanakan pengalihan tersebut, maka hal itu merupakan kemun­duran dalam segala bidang, dan semua jerih payah pemerintah selama ini menjadi sia-sia. “Pemerintah jangan mengakal-akali rakyat. Berdalih macam-macam, ujung-ujungnya mem­boho­­ngi rakyat,” ujar Marajo E. Hutagaol SH MM, advokat ibukota yang juga Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Monitoring Nasional Penegakan Hukum.
Tanggapan senada juga ditegaskan Taufik Hidayat SH, Ahli Hukum, Presiden/Ketua Umum Pusat Dewan Pemimpin Nasional Democration Watch (DEWA). Menurut Taufik,” Adalah kesia-siaan upaya pemerintah melakukan perbuatan yang dianggap cerdas, karena “keemasan” penguasa kini sudah berakhir. ‘Pesta sudah usai Bung’. Hentikanlah pembohongan terhadap rakyat.
Kapan penguasa berhenti menindas wong cilik?” kilahnya sinis.
Wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi PDI-P Effendi Simbolon menyatakan, fraksinya tidak sepakat dengan rencana pembatasan BBM oleh pemerintah. Menurut Effendi, pembatasan tersebut melanggar hakikat subsidi. “Jujur saja, pemerintah bilang saja ini kenaikan harga BBM, bukan pembatasan,” kata Effendi, belum lama ini.
Kalau menurut pemerintah, sebut dia, pembatasan adalah penghematan karena anggaran yang dihemat dialihkan untuk hal lain. “Menurut saya, rencana pembatasan adalah penghilangan subsidi secara paksa,” tegasnya lagi.
Pemaksaan Secara Tidak Langsung
DPR masih menuntut pemerintah untuk mematangkan rencana pembatasan premium pada 1 April 2012 mendatang. Rencananya, pemilik mobil pribadi yang masih menggunakan premium akan diarahkan menggunakan Pertamax yang harganya hampir dua kali lipat dari premium Juga dikritisi dasar peraturan mulainya pembatasan BBM bersubsidi pada Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
“Saya cek semuanya tapi ujug-ujug ada pasal penjelasan 7 ayat 4. Dan saya cek di risalah rapat komisi ini, tidak ada pembatasan. Saya bilang ini istilah asal-asalan. Atas nama siapapun, saya dengan anggota DPR akan gugat. Siapapun dia,” tegasnya.
Satya W. Yudha, anggota Komisi VII dari Golkar mengkritisi fokus pembatasan BBM bersubsidi tersebut. “Pemerintah hanya fokus pada pembatasan, nantinya akan ada kejadian seperti konversi LPG 3 kg,” jelas Satya.
Lebih lanjut, Satya mengatakan, saat konversi LPG 3 kg, disparitas harga LPG 3 kg dan 12 kg sangat tinggi. “Yang terjadi adalah banyak penguna LPG 12 kg berpindah ke LPG 3 kg. Khawatirnya nanti juga terjadi hal yang sama sekarang,” kata dia.
Ketua Komisi VII Teuku Riefky Harsya mengatakan Komisi VII akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan berbagai pemangku kebijakan yang terkait pembatasan tersebut.
Tambah Angka Kemiskinan
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Muria Kudus (UMK), Dr M Arwani mengatakan, kenaikan harga BBM nantinya akan menambah jumlah kemiskinan di negeri ini.
Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media massa, bahwa Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo, mengusulkan kenaikan harga premium sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter.
Arwani mengutarakan, kebijakan menaikkan harga BBM merupakan cermin dari liberalisasi industri migas di tanah air. “Pemerintah boleh saja berargumentasi dengan 1001 alasan tentang kenaikan harga BBM. Tetapi UU Migas No 22 Tahun 2001 dengan jelas menunjukkan bahwa kenaikan BBM tidak bisa dilepaskan dengan liberalisasi industri migas di Indonesia.”
Dia menambahkan, penghapusan subsidi BBM menegaskan semakin berkuasanya para pemodal dalam memenuhi kebutuhan energi rakyat. Dampaknya, sangat berpengaruh di berbagai sektor, seperti naiknya transportasi yang semakin berdampak pada naiknya harga-harga barang. “Pemerintah pasti sudah merancang tipuan, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti dulu,” tandasnya.
Tidak Mudah
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengingatkan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas (BBG) tidaklah mudah apabila infrastruktur di dalam negeri belum siap, sebab sifat kendaraan bermotor cenderung bergerak sehingga memerlukan jaringan luas.
“Misalnya tempat pengisian BBG di Bandung belum siap, maka kendaraan yang datang dari kota lain akan kesulitan untuk mengisi bahan bakarnya,” kata Kalla di sela-sela konferensi “Global Movement of Moderates” yang berlangsung di Kuala Lumpur, Selasa ketika ditanya seputar rencana pemerintah melaksanakan konversi BBM ke Gas.
Menurut Kalla, konversi BBM ke gas tidak sama dan lebih rumit dibandingkan dengan konversi minyak tanah ke elpiji. Pengguna minyak tanah itu tidak bergerak (rumah tangga) tapi bila kendaraan bermotor tentu cenderung terus bergerak sehingga tidak mudah dilaksanakan bila infrastrukurnya masih minim.
Untuk itu, pemerintah perlu mempersiapkan dengan baik terutama memperkuat infrastrukturnya dulu baru konversinya. Dari sisi jenis kendaraan sebaiknya didahulukan pada kendaraan umum seperti bis kota, angkot dan lainnya sebab kendaraan tersebut sudah memiliki rute.
“Utamakan dulu pada kendaraan umum sebab biasanya kendaraan tersebut hanya berputar-putar ditempat yang sudah ditentukan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa konversi ini adalah sebuah konsep yang baik, tapi perlu dipersiapkan dengan baik juga.
Sementara itu, Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp965 miliar untuk program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) terkait pengendalian volume BBM yang mulai diberlakukan pada 1 April 2012.
“Anggaran yang ada untuk program konversi ke gas itu Rp965 miliar dan ini masih akan disiapkan lagi untuk dana pelengkap,” kata Menteri Keungan Agus Martowardojo sebelumnya.
Menurut Menkeu, dana itu cukup untuk tahap awal program konversi BBM ke BBG.
Dalam waktu dekat, lanjut Agus, peraturan presiden (perpres) tentang pengendalian volume BBM segera dikeluarkan oleh pemerintah.
Menkeu berharap masyarakat bisa memandang Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai alternatif bahan bakar guna menggantikan premium yang dibatasi akibat kebijakan pengendalian volume BBM bersubsidi.
Untuk itu, sosialisasi pengalihan BBM ke BBG akan digerakkan lebih awal mendahului pemberlakuan kebijakan pengendalian volume BBM bersubsidi yang direncanakan pada 1 April 2012.
(Kpl/AW/EAK/TS)





Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: