Strategi Peningkatan Kualitas Angkatan Kerja Indonesia Melalui Gerakan Angkatan Kerja Unggul dan Produktif

Share it:

Surabaya, (MediaTOR Online) - Peningkatan kualitas angkatan kerja Indonesia menempati posisi kunci untuk pembangunan bangsa Indonesia. Sebab, Angkatan Kerja Indonesia merupakan modal dasar terpenting dalam pembangunan bangsa Indonesia, disamping modal dasar lainnya, yaitu Sumber Daya Alam, Letak Geografis dan Maritim (Geo Strategis), dan Negara Demokrasi Terbesar ke 3 di Dunia setelah India dan Amerika Serikat.
Menurut UNDP, 1990, Sumber Daya Manusia, yang tentunya termasuk angkatan kerja, adalah modal dasar utama suatu bangsa, sehingga kualitas sumber daya manusia/angkatan kerja akan menentukan kemajuan perekonomian suatu bangsa.
Ketika seorang angkatan kerja yang bekerja, atau seorang pekerja, berkategori sumber daya manusia (SDM) unggul, tentu mengerjakan pekerjaannya dengan produktif, maka usaha yang dikerjakannya juga akan produktif, baik usaha mandiri di sektor informal ataupun usaha di sektor formal di perusahaan tempatnya bekerja bersama pekerja lainnya. Kemudian, apabila usaha mandiri atau perusahaan tempat mereka bekerja produktif, maka sektor usaha sebagai kumpulan usaha sejenis akan produktif pula.
Lebih lanjut, ketika kumpulan berbagai sektor usaha menjadi tergolong produktif, maka perekonomian suatu wilayah akan produktif pula. Akhirnya, agregat dari perekonomian wilayah tersebut menjadi perekonomian suatu bangsa, yang produktif pula. Menyadari posisi strategis angkatan kerja Indonesia, maka strategi peningkatan kualitas angkatan kerja Indonesia diarahkan pada keberpihakan pemerintah terhadap angkatan kerja.
Hal ini tergambar pada nawa kerja ketenagakerjaan, sebagai agenda prioritas pembangunan ketenagakerjaan, yang terdiri atas: (1). Penguatan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional; (2). Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja; (3). Percepatan Sertifikasi Profesi; (4). Perluasan Kesempatan Kerja Formal; (5). Penguatan Wirausaha Produktif; (6). Penciptaan Hubungan Industrial yang sehat dan produktif; (7). Penegakan Hukum Ketenagakerjaan; (8). Peningkatan Perlindungan Pekerja Migran; (9). Pelayanan Ketenagakerjaan Sederhana, Transparan dan Akuntabel.
Namun, strategi peningkatan kualitas angkatan kerja Indonesia ini dihadapkan pada realita kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang kurang menggembirakan. Pada bulan Agustus 2016 Penduduk Usia Kerja di Indonesia sebanyak 189.096.722 orang, yang terdiri atas Angkatan Kerja sebanyak 125.443.748 orang (66,34%) dan Bukan Angkatan Kerja sebanyak 63.652.974 orang (33,66%).
Sekarang, mari kita lihat angkatan kerja saja. Sebanyak 59,07% angkatan kerja hanya berpendidikan SMP atau dibawahnya. Selanjutnya, sebanyak 78,61% dari angkatan kerja berpendidikan SLTP atau di bawahnya, berumur sudah melewati usia sekolah maupun usia pendidikan tinggi (di atas 30 tahun), sehingga kecil kemungkinan meningkatkan kualitas angkatan kerja melalui jalur pendidikan formal.
Dari Angkatan Kerja sebanyak 125.443.748 orang tersebut, terdiri atas Bekerja sebanyak 116.192.704 orang (94,39%) dan penganggur terbuka sebanyak 7.031.775 orang (5,61%). Dua kelompok inilah yang menjadi perhatian utama Kementerian Ketenagakerjaan. Intinya, bagaimana caranya agar penduduk yang sudah bekerja tetap bekerja dengan produktif dengan upah yang layak, dan penganggur terbuka disiapkan menjadi SDM unggul sehingga mudah mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak dan produktif.
Dapat dipastikan bahwa penduduk yang sudah bekerja di Indonesia belum tergolong produktif dan dengan upah yang layak, karena dipengaruhi oleh kualitasnya yang rendah. Tergambar dari pendidikannya yang relatif rendah. Berpendidikan
Karena penduduk yang bekerja di Indonesia ini didominasi oleh pendidikan SMP kebawah sekitar 60.24%, maka umumnya mereka tidak memiliki keterampilan (skill) yang memadai, dampaknya teknologi yang digunakan rendah, sehingga keluaran (output) kerjanya juga rendah. Lebih lanjut, upah yang diterimanya juga rendah. Dengan lain perkataan, produktivitas angkatan kerja Indonesia rendah.
Sementara itu, kualitas penganggur terbuka juga masih tergolong rendah. Berpendidikan
Sementara penduduk yang bekerja dengan pendidikan SMP ke bawah mayoritas berumur lebih dari 30 tahun, yang artinya mereka adalah produk sebelum berlakunya wajib belajar 9 tahun.  Sementara proporsi penganggur terbuka berpendidikan SMA/SMK sebanyak 49,36% lebih tinggi dari proporsi penduduk yang bekerja berpendidikan SMA/SMK sebanyak 37,52%. Serta proporsi penganggur terbuka berpendidikan tinggi (Diploma dan Universitas) sebanyak 11,19% lebih rendah dari proporsi penduduk yang bekerja sebanyak 14,97%.
Dengan membandingkan proporsi penduduk yang bekerja dengan proporsi penganggur terbuka serta di iriskan dengan proporsi kelompok usia angkatan kerja berdasarkan strata pendidikan yang dimilikinya, maka prioritas pertama peningkatan kualitas angkatan kerja adalah bagi penganggur terbuka dengan pendidikan SMA/SMK khususnya bagi mereka yang berusia di bawah 29 tahun, melalui peningkatan program pelatihan vokasional.
Prioritas kedua peningkatan kualitas angkatan kerja adalah bagi penduduk yang bekerja dengan pendidikan SMP ke bawah dengan usia di atas 30 tahun melalu program pelatihan di tempat kerja oleh perusahaan yang mempekerjakannya. Prioritas ketiga peningkatan kualitas angkatan kerja adalah bagi penduduk yang bekerja dengan pendidikan SMA/SMK dan pendidikan tinggi berumur 39 tahun ke bawah, melalui program pelatihan di tempat kerja oleh perusahaan menengah atau kecil di tempatnya bekerja, dan melalui corporate university oleh perusahaan besar dan perusahaan multi nasional tempatnya bekerja.
Diperlukan gerakan nasional angkatan kerja unggul dan produktif untuk mengerjakan prioritas kedua dan prioritas ketiga ini. Caranya adalah dengan mendorong pengusaha untuk meningkatkan kompetensi pekerja dan penerapan teknologi terbaru. Tanpa gerakan nasional angkatan kerja unggul dan produktif ini dapat dipastikan produktivitas dan daya saing Indonesia akan stagnan bahkan menurun sehingga terkejar bangsa lain.
Prioritas keempat peningkatan kualitas angkatan kerja adalah bagi penganggur terbuka dengan pendidikan tinggi (Diploma dan Universitas) melalui program pemagangan, khususnya bagi mereka yang berusia 20 s.d 29 tahun. Cara melaksanakan program pemagangan ini adalah melalui kerjasama pemerintah, perusahaan dan perguruan tinggi. Hari ini, Jumat, 23 Desember 2016, di Karawang Jawa Barat, Bapak Presiden RI mencanangkan program pemagangan nasional yang diikuti sekitar 2.000 perusahaan, yang masing masing perusahaan ditargetkan melaksanakan pemagangan sebanyak 100 orang per tahun.
Upaya untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja di Indonesia melalui 4 prioritas tersebut di atas semakin penting apabila Indonesia tidak ingin terpinggirkan di era integrasi global saat ini, yang ditandai oleh derasnya arus pergerakan lintas negara bagi manusia, barang dan jasa, modal dan investasi, serta informasi. Hanya mereka yang memiliki kompetensi, yang kemudian memiliki produktivitas dan daya saing, yang mampu bertahan di tengah derasnya arus pergerakan pekerja migran antar bangsa.
Hal yang memprihatinkan dari angkatan kerja Indonesia adalah belum membudayanya sertifikasi profesi di Indonesia. Menurut Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Mei 2016. Sertifikasi yang sudah diterbitkan hanya sebanyak 2.457.913 orang atau 1,96% dari angkatan kerja sebanyak 125,44 juta orang, atau 2,12% dari penduduk yang bekerja sebanyak 116,19 juta orang. Kondisi ini jelas menyebabkan semakin lemahnya daya saing angkatan kerja Indonesia.
Di lingkup ASEAN, kualitas SDM indonesia masih tergolong rendah. Sebab, Indeks pembangunan manusia Indonesia (IPM) tahun 2014 hanya berada pada peringkat 110 atau lebih rendah 2 tingkat dari IPM Indonesia tahun 2013 yang berada pada peringkat 108. Peringkat IPM Indonesia tahun 2014 tersebut di bawah Singapore (11); Brunai (31); Malaysia (62); dan Thailand (62).
Dengan kualitas SDM yang masih tergolong rendah diatas, maka seiring sejalan dengan relatif rendahnya daya saing Indonesia di antara negara negara ASEAN. Pada tahun 2016 ini, daya saing Indonesia hanya pada ranking 37, di bawah Singapore (2); Malaysia (18) dan Thailand (32).
Untuk itu, upaya peningkatan kualitas angkatan kerja di Indonesia dilakukan melalui membangun kompetensi SDM unggul, melalui jalur lembaga pendidikan atau lembaga pelatihan. Jalur lembaga pendidikan adalah mempersiapkan SDM Unggul sebelum menjadi Angkatan Kerja. Inputnya adalah siswa pendidikan, prosesnya adalah lembaga pendidikan dan uji kompetensi, sedangkan sebagai keluaran/outputnya adalah tenaga kerja yang siap bekerja dengan sertifikat kompetensi yang dimiliki.
Jalur lembaga pelatihan adalah mempersiapkan SDM Unggul bagi Angkatan Kerja (belum bekerja dan/atau sedang bekerja). Baik dilaksanakan melalui pelatihan berdasarkan kompetensi, maupun melalui pemagangan di industri, serta dilanjutkan dengan uji kompetensi. Sebagai keluaran/outputnya adalah tenaga kerja yang siap bekerja dengan sertifikat kompetensi yang dimiliki.
Dengan telah dihasilkannnya tenaga kerja Indonesia yang siap bekerja dengan sertifikat kompetensi yang dimiliki, baik melalui jalur pendidikan vokasi maupun melalui jalur pelatihan vokasi, maka angkatan kerja Indonesia yang tersedia adalah angkatan kerja yang unggul dan siap bersaing dengan negara lain. Marilah kita bahu membahu menggelorakan gerakan angkatan kerja unggul dan produktif. (S. SUMAS/sugiartosumas@naker.go.id/sumasberbagi.blogspot.com/NEWSLEDGE)
Share it:

Daerah

Post A Comment:

0 comments: