Terpidana Ke Luar Negeri Sampai Panggil Terdakwa Untuk Tak Diterima Ada Di Kejari Jaksel

Share it:

Jakarta,(MediaTOR Online) - Penegakan hukum kita maju-mundur saja. Belum lama dinilai maju dan berwibawa hingga meningkatkan citra institusinya, berikutnya mundur lagi. Walaupun tidak untuk keseluruhan tetap saja pencari keadilan menjerit.

Hal itulah yang terjadi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan hingga penegak hukum di sana mendapat sorotan tajam belakangan ini. Ada dua hal menonjol membuatnya dikritisi. Pertama terkait tidak kunjung dieksekusi terpidana Robianto Idup, yang belakangan disebut-sebut berada di luar negeri. Kedua Arwan Koty dan istrinya Finy Fong diundang ke Kejari Jakarta Selatan. Kendati sudah bolak-balik memenuhi undangan tetapi tetap saja ditelantarkan.

Mendengar hal ini, seorang pencari keadilan bertanya-tanya, penegakan hukum macam apakah yang tengah dijalankan Kejari Jakarta Selatan saat ini? Dengan Nakhoda Jaksa Agung ST Burhanuddin diharapkan dan memang dijanjikan segala macam perbaikan citra institusi Kejaksaan Agung dan jajarannya. Tetapi harapan Jaksa Agung ST Burhanuddin agaknya tidak berarti apa-apa di mata bawahannya di Kejari Jakarta Selatan.

Selain dibiarkannya melanglang buana Robianto Idup ke luar negeri yang seharusnya sudah dieksekusi atau dijebloskan ke dalam penjara awal 2021, pengakuan Finy Fong, istri dari Arwan Koty terduga perkara laporan bohong dan cemar yang kini sedang berproses di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan jaksa Sigit Hendardi SH mengundang tanya sekaligus membuat miris.

Menurut pengakuan Finy Fong, dia bersama Aristoteles Siahaan SH selaku kuasa hukum, mendatangi kantor Kejari Jakarta Selatan untuk bertemu dengan Kepala Seksi  (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Jakarta Selatan. Hal tersebut dilakukan lantaran mendapatkan pesan elektronik melalui aplikasi pembicaraan dengan jaksa Sigit Hendardi guna menemui Kasi Pidum. Tidak diketahui apa yang akan dibicarakan. Hanya saja Finy Fong berpikir alangkah baiknya dipenuhi undangan itu mengingat suaminya tengah menjalani persidangan di PN Jakarta Selatan.

    Terdakwa Arwan Koty saat ikuti 
sidang di PN Jaksel

Kendati demikian, kata Finy, dia belum pernah sekalipun berhasil menemuinya. Padahal, sudah tidak kurang dari empat kali dia berupaya menemuinnya. “Ini kedatangan kami yang keempat kalinya. Sebelumnya, kami juga pernah menunggu sampai empat jam, tapi tak juga ditemui,” ungkap Finy di Jakarta, Jum'at (27/8/2021), terkait keberadaannya di Kejari Jakarta Selatan, Rabu (25/8/2021).

Pejabat Kejari Jakarta Selatan yang mengundang atau hendak ditemui, Kasi Pidum Kejari Jakarta Selatan Windro Tumpal Halomoan Haro Munthe. Finy menduga Windro, meminta pihaknya datang ke Kejari Jakarta Selatan untuk menjelaskan terkait surat dakwaan jaksa yang menurut Finy telah dihentikan saat masih berproses di penyelidikan berdasarkan bukti dua surat ihwal penghentian penyelidikan.

Informasi yang berkembang di Kejaksaan Agung menyebutkan pemanggilan atau undangan itu terkait juga dengan pengaduan pihak terdakwa Arwan Koty ke Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas). Pengaduan Arwan Koty ke Jamwas sendiri terkait adanya dugaan memaksakan P21 kasus Arwan Koty. Sebab, pengaduan Arwan Koty ke Polda Metro Jaya hanya sampai tahap penyelidikan namun di surat dakwaan JPU Abdul Rauf SH disebutkan tahap penyidikan. 

“Tetapi beliau tidak berkenan menerima kami,” ungkap Finy Fong sambil menunjukkan bukti percakapan antara Finy, Windro dan jaksa Sigit Hendradi yang menyuruhnya datang.

Menanggapi kekecewaan Finy Fong, Kasi Pidum Kejari Jakarta Selatan, Windro Tumpal Halomoan Haro Munthe mengatakan bahwa perkara dengan terdakwa Arwan Koty itu berkasnya dari Kejaksaan Agung (Kejagung). “Untuk apa saya menemui mereka, karena berkas perkaranya itu dari Kejaksaan Agung. Kalau mau bertemu, silakan saja temui jaksa yang digantikan Pak Sigit menyidangkan perkaranya,” ujar Windro kepada wartawan. Di manakah jaksa yang profesional, berintegritas tinggi dan sigap menjalankan penegakan hukum yang berkebenaran dan berkeadilan? Jaksa Agung ST Burhanuddin tentunya paham betul apa yang harus dilakukannya demi memperbaiki citra institusinya yang sesungguhnya belakangan ini sudah beranjak menuju baik.

Namun kalau semuanya harus bertumpu ke Jaksa Agung, apalah dayanya. Untuk oknum jaksa nakal atau tidak berintegritas, professional dan tidak jujur, maka seharusnya Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan berperan. Semestinya monitoring dan pengawasan dilakukan dengan pasng kuping di mana-mana. Yang tidak professional apalagi salahgunakan kewenangan hingga seharusnya kewajiban tugas tidak dilaksanakan demi kepastian hukum, maka perlu penjatuhan sanksi demi perbaikan yang bersangkutan ke depan.***

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: