Jakarta, (MediaTOR Online) – Ahli hukum pidana Prof Dr Jamin Ginting SH MH MKn menyatakan bahwa pada dasarnya harta suami istri merupakan harta bersama. Namun, dalam kasus khusus yang dialami Katarina dengan almarhum Alexander ada perbedaan.
Hal itu dikemukakan Jamin Ginting saat memberi pendapat sebagai ahli meringankan dalam sidang kasus dugaan pemalsuan dengan terdakwa Eva Jauwan dan Aky Jauwan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (11/6/2024).
Katarina dan Alexander menikah pada 2009. Setelah 1 tahun 8 bulan atau pada 2010 mereka bercerai. Saat itu tidak ada tuntutan apa-apaan terkait harta gono-gini atau harta bersama dari Katarina.
Saat menikah, orangtua Alexander memberikan modal baginya untuk membuka usaha. Harta pemberian orangtua ini tidaklah dapat dianggap sebagai harta milik pasangan Katarina dengan Alexander, melainkan menjadi harta bawaan Alexander atau masih sebagai harta orangtua Alexander.
Oleh karena itu, ketika pada 2017 Alexander meninggal, Katarina menelpon adik Alexander yang saat itu berada di Australia, Ernie, untuk kembali ke Indonesia. Katharina juga meminta kembali ke Indonesia.
Pada saat itu Katarina meminta mereka berdua untuk menandatangani suatu dokumen yang sudah dipersiapkan oleh Katarina untuk kemudian diserahkan ke notaris.
Namun, masalah ini kemudian dilaporkan Polda Metro Jaya. Pada saat mediasi, Katarina meminta uang Rp 17,5 miliar dari orangtua Alexander dengan alasan usaha Alexander beromzet pertahun Rp 5 miliar selama tujuh tahun. Menurut keluarga Alexander, omzetnya hanya Rp 5 juta per tahun. Kendati begitu, keluarga menawarkan sebuah apartemen di Ancol dan satu unit kendaraan kepada Katarina. Tetapi Katarina menolak.
Padahal, modal awal usaha Alexander sesungguhnya merupakan modal orangtuanya, bukan bersumber harta bersama Katarina dengan Alexander.
"Jadi penting diperhatikan apakah harta itu merupakan harta bersama yang dikelola bersama-sama dalam suatu usaha. Bila ternyata itu hanya merupakan harta dari keluarga yang diberikan kepada suami, maka setelah perceraian itu, harta tersebut tidak jatuh pada istri, karena harta tersebut merupakan harta dari keluarga suami," jelas Ginting.
Ahli juga mengatakan seharusnya notaris bisa mencari tahu status pernikahan Katarina dengan Alexander sebelum membuat akta. Tetapi, karena saat itu dinilai sudah memenuhi syarat maka pembuatan akta dirampungkan.
“Yang terungkap selama persidangan, hamper tidak ada unsur tindak pidana dalam permasalahan ini. Namun demikian, kami menyerahkan sepenuhnya ke majelis hakim. Tentunya majelis hakim pun sudah punya gambaran yang jelas soal fakta-fakta hukum kasus ini yang sebenar-benarnya berdasarkan keterangan dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan,” kata Djalan Sihombing.
JPU Hadi Karsono dari Kejati DKI Jakarta sebelumnya mempersalahkan terdakwa I Aky Jauwan dan terdakwa II Eva Jauwan telah melanggar pasal 266 KUHP atas kejadian pada tanggal 7 Agustus 2017 di Kantor Pemasaran Apartemen Marina Ancol di Jalan Karang Bolong Raya No.1, RT.1/RW.11, Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Saat itu kedua terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu.
Perbuatan terdakwa diduga merugikan saksi korban Katarina Bonggo Warsito puluhan miliar rupiah. Katarina Bonggo Warsito mengklaim pernah menikah dengan Alexander Muwirto.
Sidang dipimpin majelis hakim Syofia Marlianti Tambunan SH MH dengan anggota Hotnar Simarmata SH MH dan Dian Erdianto SH MH. Agenda sidang selanjutnya mendengarkan tuntutan JPU terhadap kedua terdakwa. (Pas)
Post A Comment:
0 comments: