Advokat Anton Heri Diputus Bebas, Secercah Harapan dari Gelapnya Proses Peradilan Terhadap Kriminalisasi Pembela HAM dan Lingkungan

Share it:

Jakarta,(MediaTOR Online) - Setelah melalui jalan panjang proses hukum yang penuh tekanan dan ketidakpastian, keadilan akhirnya berpihak. Mahkamah Agung Republik Indonesia memutus bebas Anton Heri dari segala dakwaan dalam perkara pidana yang menimpanya. Dalam putusan kasasi Nomor: 6413 K/PID.SUS-LH/2025 yang dibacakan pada Jumat, 13 Juni 2025, majelis hakim menyatakan bahwa "dakwaan tidak terbukti — terdakwa bebas." Mahkamah Agung dengan tegas menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa dari semua tuntutan.

Berkas perkara yang sebelumnya dikirim ke Mahkamah Agung pada 20 Maret 2025 melalui surat Nomor: 309/PAN.PN.W9-U9/HK2.1/III/2025. Namun, melalui pertimbangan hukum yang obyektif dan berlandaskan keadilan. Putusan ini bukan hanya membebaskan Anton Heri dari jeratan hukum, tapi juga mengungkap bagaimana hukum bisa digunakan sebagai alat tekanan. Ini adalah bentuk nyata dari kriminalisasi yang dipaksakan. Tidak hanya itu Putusan bebas di tingkat kasasi ini merupakan kemenangan bagi keadilan dan pengakuan atas peran penting para pembela HAM dan lingkungan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat serta pelestarian lingkungan hidup ujar Direktur LBH Bandar Lampung sapaan akrab Suma Indra.

Putusan ini sebagai contoh nyata praktik judicial harassment—penyalahgunaan instrumen hukum untuk menekan dan meminggirkan pembela HAM maupun pembela lingkungan agar tidak lagi aktif menyoroti pelanggaran korporasi terhadap hak masyarakat dan lingkungan. Pola demikian jamak dilakukan dewasa ini pada kasus-kasus konflik agraria apalagi yang menghadapkan Masyarakat miskin dengan korporasi maupun dengan negara. Aktor yang dianggap paling vocal dan berpengaruh dalam melakukan advokasi acap kali menjadi target utama dalam pelaporan sebuah delik atau tindak pidana dengan tujuan untuk melemahkan advokasinya.



Hal ini tampak dari sejak kasus kriminalisasi Anton Heri berjalan, perkara ini tampak dipaksakan oleh Polda Lampung dan juga Kejaksaan Negeri Blambangan Umpu untuk dapat disidangkan. Anton Heri sebagai pembela HAM sekaligus advokat yang sedang melakukan pembelaan dan pemberian bantuan hukum dengan itikat baik kepada Masyarakat tiga kampung Kota Bumi, Sumsang dan Penengahan telah dijamin dan tidak dapat dituntut secara pidana dan perdata melalui UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Lebih jauh aktivitas pembelaan Anton Heri juga adalah bentuk pemberian bantuan hukum sebagaimana telah dijamin dalam UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.  Kasus ini menjadi gambaran tentang situasi penegak hukum kita yang masih menjadi fasilitator bagi korporasi dan menghamba pada kepentingan modal.

Ditengah gelapnya situasi penegakkan hukum dan peradilan di Indonesia, terutama terhadap kasus yang menyangkut masyarakat miskin dan korporasi, putusan ini menjadi catatan baik terhadap agenda advokasi Masyarakat sekaligus pembelaan yang dilakukan oleh seorang advokat.  Putusan ini juga menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa hukum harus berpihak pada kebenaran, bukan menjadi alat dari kekuasaan dan modal. Sebelumnya Anton heri ditetapkan sebagai tersangka dan dituntut pidana 6 bulan penjara karena dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 107 UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah pada Pasal 29 UU Nomor 6 Tahun  2023 tentang Cipta Kerja juncto  Pasal 55 KUHP. Pengadilan Negeri Blambangan Umpu kemudian memutus Anton Heri terbukti secara sah melakukan tindak pidana dan memberikan vonis 6 bulan penjara dan 1 tahun percobaan yang kemudian dikuatkan melalui Putusan pada Tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Bandar Lampung. Namun putusan tersebut kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung yang memutus bebas Anton Heri.

Putusan ini wajib menjadi pengingat bagi aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam menangani kasus, apalagi perkara yang melibatkan advokat dan pembela HAM agar dapat objektif dan professional dalam memastikan proses peradilan yang bersih dan menjunjung tinggi asas fair trial dalam setiap upaya penegakkan hukum. Bahwa hukum memang semestinya tidak digunakan sebagai alat untuk membungkam suara kritis yang memperjuangkan keadilan sosial dan lingkungan. Mahkamah Agung melalui putusan ini mampu menghadirkan keadilan dan menunjukkan contoh baik bagi hakim-hakim yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara untuk dapat menjunjung tinggi asas imparsialitas sebagai prinsip yang mengharuskan hakim untuk tidak memihak atau berperasangka dalam memeriksa, mengadili dan memutus sebuah perkara. Hal ini  menjadi penting untuk menjamin dan menjaga kepercayaan publik terhadap system hukum dan marwah pengadilan itu sendiri.

Sebelumnya, Anton Heri adalah seorang advokat pada kantor Lembaga Bantuan Hukum 98 yang mendapatkan kuasa dari masyarakat tiga kampung yaitu Kampung Kota Bumi, Sumsang dan Penengahan Kabupaten Way Kanan yang sedang berkonflik dengan PT. Adi Karya Gemilang (PT. AKG) terkait dengan HGU Perusahaan yang telah beroperasi selama kurang lebih 32 tahun di wilayah mereka namun dianggap telah memberikan dampak buruk bagi Masyarakat. pada 22 Maret 2023 Anton Heri selaku advokat mendampingi Masyarakat yang melakukan aksi atas permasalahan tersebut dengan Bersama-sama melakukan perbaikan jalan kampung yang kebetulan berada didalam HGU dari PT. AKG. Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan oleh pihak perushaan kepada Polda lampung dengan dugaan tuindak pidana turut serta dalam perbuatan telah secara tidak sah mengerjakan, menggunakan, menduduki dan/atau menguasai lahan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 huruf a UU Nomor 39 Tahun 2023 sebagaimana telah diubah pada pasal 29 nn Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Juncto Pasal 55 KUHP.(ah)



Share it:

Hukum

Post A Comment:

0 comments: