Penyelewengan Raskin Terjadi Secara Terbuka

Share it:
Jakarta, (MediaTOR) - Akhir-akhir ini penyelewengan beras untuk masyarakat miskin kini terjadi di berbagai lini. Beras yang dijual bermutu jelek dan tak layak konsumsi. Subsidi belasan triliun rupiah tak tepat sasaran. Oknum aparat diduga tutup mata.
Berdasarkan Audit Sosial Program Raskin 2011-2012 dari Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menyebutkan bahwa penyimpangan terjadi di 10 kota, yakni Banda Aceh, Serang, Bandung Barat, Pekalongan, Surakarta, Gresik, Jeneponto, Jayapura, Lombok Barat, serta Makassar. Ketua tim audit, Muhammad Fahazza, mengatakan bahwa program beras murah itu tak tepat jumlah, harga, waktu, sasaran, kualitas, dan administrasi. “Penyelewengan terjadi secara terbuka, diketahui aparat dan pejabat pemangku kepentingan,” katanya beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat Aria Bima punya cerita sendiri. Di gudang Perum Bulog di Cilacap, Purwokerto, Banyumas, Purworejo, dan Kartosuro, dia pernah mendapati karung-karung beras penuh kutu dan beras rusak. “Hanya layak dimakan oleh binatang,” katanya. Rapor merah Raskin juga muncul dari Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil audit Program tersebut tertunda hingga lima tahun. Karena memori kasasi kasus tersebut baru dikirim ulang. Albertus Irwan Tjahyadi Odie, direktur CV Hasrat di Banjarmasin selaku terdakwa penggelapan pajak 26 milliar kini mulai panik. Pasalnya, memori kasasi terdakwa lima tahun lalu yang diduga sengaja tidak dikirim ke MA untuk kepentingan terdakwa kini terungkap di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin. “Memori kasasi itu sudah ditemukan dan dikirim ulang ke MA,” kata Robet Sulu SH, pengacara di Banjarmasin ketika dihubungi MediaTOR melalui telpon selularnya Berawal dari laporan yang diterima Robet Sulu SH, adanya memori kasasi yang diduga sengaja tidak dikirim ke MA.
Sebagai seorang pengacara yang berkomitmen mendorong penegakan hukum langsung menghadap Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin untuk mempertanyakan masalah tersebut. Dan ternyata benar, memori kasasi itu tidak dikirim setelah wakil Ketua PN melakukan investigasi dan mempertanyakannya kepada pihak-pihak terkait. Diduga memori kasasi itu sengaja tidak dikirim untuk kepentingan terdakwa menghindari eksekusi dan denda. Padahal sudah jelas menurut Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Kaltim dan Kalsel Drs Ichwan Facruddin, terdakwa dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN meskipun telah ditegur Kantor Pelayanan pajak Banjarmasin. Lalu dengan sengaja meyampaikan surat pemeritahuan PPh Badan tahun pajak 2001 yang isinya tidak benar, serta dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong. Albertus Irwan terbukti bersalah menggelapkan pajak. “Terdakwa dengan sengaja menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan dan SPT masa PPN tahun 2001 yang isinya tidak benar serta memungut PPN tetapi tidak disetorkan ke kas Negara” ujar Ketua Majelis Hakim M. Noer Manan, SH. Untuk itu, PN Banjarmasiun menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dengan membayar denda Rp. 26.367.441.138,- milliard serta uang pengganti Rp. 10.683.720.569 milliar.
Menurut sumber, dengan dikirimnya ulang memori kasasi tersebut ke MA, Albertus Irwan Tjahyadi Odie mulai panic dan kebingungan. Dikhawatirkan terdakwa akan mencoba bunuh diri seperti yang terjadi pada Januari 2005. Menurut dr H Asyikin Noor Sp K.J Msc waktu itu, Albertus Irwan juga sempat beberapa kali ingin bunuh diri, terakhir dengan cara menggores urat nadi pada lengannya dengan kalung salib. Dari sumber yang diterima MediaTOR, Albertus Irwan hanya pura-pura mengalami sakit jiwa agar terdakwa tidak ditahan dan menjalani rawat inap di sebuah rumah sakit jiwa (sekarang Rumah Sakit dr Ansyari Saleh).”Bila dikunjungi orang tidak dikenal, dia itu pura-pura stress berat. Bicaranya ngawur, kadang ke barat, kadang ke timur. Apabila yang dating itu kawan-kawanya, dia itu kembali normal” kata orang yang pernah dekat dengan Albertus Irwan sambil tertawa ketika dihubungi MediaTOR melalui telpon selularnya. Dikhawatirkan oleh banyak pihak, apabila nantinya putusan Kasasi turun dan pihak Kejari melakukan eksekusi, Albertus Irwan kembali pura-pura mengalami sakit jiwa seperti yang terjadi pada tahun 2004. Waktu itu diduga terjadi konspirasi antara dr H Asyikin Noor Sp K.J Msc dengan terdakwa memberikan surat keterangan sakit. “Ia menderita sakit fisik dan non mental organic atau kejiwaan” kata dr H Asyikin Noor Sp K.J Msc waktu itu.
Dari informasi yang diterima MediaTOR, keberadaan Albertus Irwan sekarang ada di Jakarta.Terdakwa diduga sedang melakukan lobi-lobi di MA. Sementara itu, Kajari Banjarmasin Firdaus Dewilmar SH, ketika diberitahu lewat sms agar melakukan langkah antisipasi langsung merespon masalah ini. “Monitor terus” jawabnya lewat sms. (Hsn)
Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: