Akhirnya Harga BBM pun Dinaikkan, Pemerintah Menindas Rakyat?

Share it:
DR MH Andrian ST MBA,
Keum LSM Pengawal
Adat Paser, Kaltim
Jakarta, (MediaTOR) - Akhirnya pemerintah pun menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) alias mencabut subsidi. Kebijakan ini dinilai kian menyengsarakan dan menindas rakyat. Dengan adanya keputusan ini, seluruh harga bahan pokok, harga barang lainnya serta transportasi  pun ikut melambung. Pemerintah dan wakil rakyat dinilai tidak lagi mengedepankan kepentingan rakyat. Pemerintah terkesan menindas rakyatnya sendiri.

Aktivis Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Marajo EH SH MM menilai   kenaikan harga BBM di tahun politik ‘2013 telah menjadi pemicu keresahan rakyat serta memanasnya suhu politik dalam negeri.
“Dengan kebijakan menaikkan harga BBM, berarti pemimpin dan wakil rakyat tidak lagi menge¬depankan kepentingan rakyat. Kebijakan yang tidak merakyat,” ujarnya
Sementara itu, kucuran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) untuk 15,5 juta rumah tangga miskin, hanya politik busuk sesaat pemerintah untuk mengambil hati rakyat. 
“Pada akhirnya kebijakan pemerintah bertentangan dengan hati nurani dan kepentigan rakyat. Pemerintah itu untuk rakyat atau untuk golongan penguasa ? Sungguh tragis,  pemerintah kok terkesan menindas rak¬yat¬nya sendiri,” kilah Marajo yang juga praktisi hukum ibukota dan Ketua Umum LSM Monitoring Penegakan Hukum Nasional tersebut kepada MediaTOR baru-baru ini.
Tanggapan senada juga diungkapkan Helmy Thaher, Ketua Badan Pekerja Nasional LSM ICI. ”Kenaikan harga BBM/pencabutan subsidi identik dengan korupsi kebijakan. Lebih berbahaya daripada mega skandal korupsi lainnya. SBY tinggal memilih pro korupsi kebijakan atau pro rakyat. Pemerintah terkesan mati rasa, rakyatnya mati kelaparan,” tandas Helmy kepada MediaTOR.
Sementara itu, da¬lam pandangan, DR MH Andrian ST MBA, Ketua Umum LSM Pengawal Adat Paser, Kalimantan Timur, pemerintah boleh saja menaikkan harga BBM asalkan ada kontrol pasar.
“Secara makro pengguna BBM bersubsidi 80 persennya adalah golongan menengah ke atas atau pemilik kendaraan roda empat. Pemerintah boleh menaikkan harga BBM, tapi pemerintah juga harus mengontrol pasar. Harga-harga harus distabilkan. Karena  kenaikan harga BBM pasti memiliki efek domino di segala lini. Tidak akan ada keresahan, kalau kebijakan yang diambil dibarengi dengan pengawasan pasar. Harus diakui menteri-menteri bidang ekonomi SBY lemah,” ungkap Andrian.   
“Seharusnya sebelum membuat keputusan tersebut segenap menteri bidang perekonomian bersinergi mengontrol harga-harga di pasar,” tegas Andrian yang juga cendekiawan dan pengamat ekonomi nasional tersebut kepada MediaTOR.
Dikatakan, dengan kian meningkatnya demo mahasiswa dan aktifis, dikhawatirkan akan ada tumbal. Karena belakangan ini, dalam menyikapi aksi protes, aparat terkesan agresif.  Harus diingat dalam sejarah negeri ini, tirani penguasa dilengserkan mahasiswa dan pemuda bukan oleh tentara atau kudeta. Awas suara rakyat adalah suara tuhan. Vox populei vox dei,” imbuh Andrian lagi. 
Lain lagi, penilaian S. Jackson Sihombing SH, pengamat politik yang juga praktisi hukum ibukota, keresahan rakyat terjadi akibat ketidaktegasan Presiden sendiri. “Kalau SBY tegas dan tidak plin-plan dalam mengambil keputusan tidak akan ada gejolak keresahan rakyat,” katanya.
Dia juga mengkritisi pernyataan Ketua DPR bahwa tidak ada masalah dengan kenaikan harga BBM. “Sungguh ironis, Ketua DPR malah menyatakan bahwa tidak masalah kenaikan harga BBM. Pernyataan tersebut tidak pantas diucapkan seorang Ketua PDR yang nota bene merupakan wakil rakyat. Wakil Rakyat prilakunya seperti itu? Sesalnya.

Tidak Mendidik
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR dari PDI-Perjuangan, Dewi Aryani menilai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat tidak mendidik rakyat.
Malah menurut politisi PDI-Perjuangan ini, BLSM hanya menjadi alat politik penguasa dan kroninya.
“Ini bentuk kecurangan politik yang dilakukan pemerintah. Tidak terus terang menjelaskan faktor-faktor fundamental penyebab APBN jebol, tapi langsung menyalahkan rakyat,” tegas Dewi kepada Tribunnews.com, Sabtu (8/6/2013).
Lebih lanjut kata dia, bahwa bentuk apapun sebagai pengganti kenaikan BBM adalah bentuk tipu daya pemerintah saja. 
Pasalnya, masih banyak alternatif lain yang bisa dilakukan pemerintah berkaitan dengan sumber penutup defisit negara. Salah satunya dengan penghematan biaya cost recovery. 
Menurutnya, sebenarnya tidak ada kesulitan penerapan jika pemerintah berniat dan mau. Namun masalahnya pemerintah hanya mau cari gampang saja dan membebani rakyat sedemikian rupa. 
“BLSM hanya sebagai ‘permen’ pemanis sementara. Tapi akibat kenaikan bisa tidak ada batasnya, Kasian rakyat!” Cetusnya.- (TS/AW/SJS/TNC)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: