Majelis Hakim Agar Membebaskan Ketua dan Bendahara “D’GAJARA”

Share it:
Jakarta,(MediaTOR),-Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, dimohon agar membebaskan terdakwa Dr SM Hasan Saman SH dan Ir Rina Arnolda Lalamentik, masing-masing sebagai Ketua dan Bendahara Delegasi Warga Koja Utara (D’GAJARA) dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasalnya, kasus yang didakwakan kepada kedua terdakwa, yakni melanggar pasal 378 dan 372 KUHP yang diduga merupakan hasil rekayasa dan terkesan dipaksakan.
Permohonan tersebut disampaikan kuasa hukum kedua terdakwa, yakni Armansyah SH dan Aidi Johan SH dari kantor hukum Armansyah SH & Rekan, dalam nota pembelaanya (Pledoi), dihadapan majelis hakim yang diketuai Dasma SH MH dengan hakim anggota Richard Silalahi SH dan Y Wisnu Wicaksono SH, di PN Jakarta Utara, Kamis (3/4).
Menurut Kuasa hukum, dakwaan JPU Alan Baskara SH dari Kejari Jakarta Utara, bahwa kedua terdakwa telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan uang warga untuk biaya notaris sebesar Rp 15.820.000, tidak memenuhi unsur. Karena, memang uang tersebut belum disetorkan ke notaris, namun masih ada di Kas organisasi.
Anehnya lagi, sebagai saksi pelapor adalah mantan pengurus “D’GAJARA” yang sudah di pecat, yaitu Bram Hamdy Cs yang mengaku mendapat kuasa dari sekelompok warga. “Untuk itu, disamping membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan JPU, majelis hakim juga dimohon agar memulihkan harkat dan martabat kedua terdakwa serta membebankan biaya perkara kepada negara. Sebab, kedua terdakwa jelas tidak bersalah”, tegas Armansyah SH.

Unsur Politis
Diperoleh informasi di luar persidangan, D’GAJARA adalah sebuah organisasi/delegasi yang dibentuk masyarakat warga Koja Utara untuk memperjuangkan hak atas tanah mereka yang belum diganti rugi oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Delegasi yang diketuai Dr SM Hasan Saman, ini gigih menempuh berbagai upaya. Baik menghadap DPR, Gubernur, koordinasi dengan PT (Persero) Pelindo II, Walikota Jakarta Utara, Menteri BUMN hingga melapor ke Presiden RI.
“Selama belasan tahun berjuang (sejak 1994), tidak sepeserpun kami mendapat gaji/upah. Bahkan, untuk biaya operasional, kami tidak meminta biaya dari warga. Melainkan meminjam uang pribadi Ir Rina Arnolda Lalamentik selaku Bendahara (Terdakwa II), yang sampai saat ini jumlahnya mencapai sekitar Rp 27.000.000”, kata Hasan saat ditemui MediaTOR diluar persidangan.
Hingga tahun 2013, lanjut Hasan perjuangan D’GAJARA mendapat respon dari PT (Persero) Pelindo II. Untuk kelancaran pelaksanaan administrasi, pengurus D’GAJARA kemudian menggelar rapat. Hasil rapat memutuskan, perlunya bantuan notaris dan biayanya dipungut dari warga sebesar Rp 10.000 per M2. Atas pelaksanaan keputusan rapat tersebut,  terkumpul dana dari warga sekitar Rp 800.000.000 an.
Ditengah perjalanan, Bram Hamdy Cs lagi-lagi bikin masalah. Ini kali, ia melakukan mark up biaya gedung untuk pertemuan dan memanipulasi data. “Selama dalam perjuangan ini, Bram Hamdy memang sering bikin masalah. Namun pengurus selalu berusaha memaklumi, mengingat kondisi keuangannya yang beberapa kali dipecat dari pekerjaannya sebagai Satpam. Namun yang terakhir ini, pengurus tidak bisa lagi memaafkan, mengingat menyangkut nama baik pengurus. Karenanya, pengurus langsung melakukan pemecatan dan melaporkannya ke pihak kepolisian”, sambung Ir Rina Atnolda Lalamentik. Selain Bram Hamdy, dipecat juga dua pengurus bagian data lainnya, yakni Yanti dan Usup.
Belakangan, lanjut Rina justru dirinya dan Hasan Saman dilaporkan ke Polisi dengan tuduhan telah melakukan penipuan dan penggelapan uang Rp 15.820.000. “Anehnya, pihak penyidik kepolisian langsung merespon laporan dari Bram Hamdy”, paparnya.
Sugiman dari Tim Fakta yang sama-sama berjuang dengan D’GAJARA mensinyalir, ada unsur politis dibalik kasus ini. Ia menduga, ada pihak tertentu yang berkepentingan mensponsori kasus ini. Pasalnya, Bram Hamdy yang lebih dulu dilaporkan ke polisi sampai sekarang belum diproses. Sementara Hasan Saman dan Rina, yang dilaporkan belakangan, langsung diproses dan berkasnya langsung dilimpahkan ke Kejaksaan. “Karenanya, dalam kasus ini, Hasan Saman sempat melaporkan penyidik Kepolisian ke pihak Propam”, ujar Sugiman.
Terlepas benar tidaknya kecurigaan Sugiman, yang pasti Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Selasa (1/4) telah menuntut kedua terdakwa dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. Tinggal menunggu putusan Majelis hakim, yang akan dibacakan Senin (7/4). Apakah majelis hakim akan menghukum terdakwa sesuai tuntutan jaksa atau mengabulkan pembelaan penasehat hukum, memvonis bebas terdakwa. (Dang)
Share it:

Hukum

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: