Geo Park Ciletuh Harus Diprioritaskan Pemerintah

Share it:

Sukabumi,(MediaTOR) - Ramainya kunjungan cendekiawan peneliti dalam negeri dan mancanegara menyambangi muara dan Pantai Ciletuh, Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas akhir- akhir ini menjadikan daerah tersebut makin potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata penelitian Geo Park. Situs purba yang menyimpan rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal terbentuknya Pulau Jawa ini, satu-satunya di kawasan Jawa Barat dan menarik minat para peneliti karena memiliki keragaman geologi yang sangat langka (geoheritage). Sesungguhnya kawasan Ciletuh ini surganya wisata. Apapun jenis wisatanya, ada di sini.
    Terlebih lagi, pantai Teluk Ciletuh masih sangat alami dan memiliki ombak yang tenang. Tidak seperti kawasan lain yang dimiliki Sukabumi, seperti Palabuan Ratu, Ujung Genteng atau Mina Jaya yang kerap menelan korban jiwa pengunjung. 
    Apalagi kalau dikaitkan dengan program pemeritah yang sedang membangun infrastruktur Jawa Barat Selatan, bila dikembangkan berikut sarana dan prasarananya tentu akan menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab, Pemprov, dan bahkan pemerintah pusat.
   Adanya potensi  wisata penelitian Geo Park serta wisata pantai tersebut diungkapkan Sugandi, seorang tokoh masyarakat setempat kepada MediaTOR, belum lama ini saat melakukan tour of journalist di kawasan Jabar Selatan.
Sugandi bersama Menteri KP (saat itu) Rokhmin Dahuri
 saat menerima penghargaan (Foto: Dok)

Bagai Mutiara Terpendam
     Sugandi, yang akrab dipanggil Akew, selama 11 tahun menjadi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, dirinya sudah lama terobsesi untuk mengembangkan potensi kawasan ini.
    Dengan bekal pengalaman dalam pengelolaan sumber daya alam kelautan, dia merasa optimis mampu membawa masyarakat Desa Mandrajaya ke arah kemajuan. Dimana pengembangan pesisir pantai Desa Mandrajaya terkait dengan program pengembangan infrastruktur kawasan Jawa Barat Selatan oleh Pemprov Jabar.
Sugandi bersama Saepul Usman, tokoh pemuda Pakidulan,
asal Mandrajaya.
     “Karena Mandrajaya memiliki wilayah yang dikelilingi pantai, sehingga perlu meningkatkan pengelolaan  potensi Sumber Daya Alamnya (SDA). Hal ini sejalan dengan program prioritas Pemerintahan Jokowi meningkatkan pengelolaan  SDA laut di negeri ini yang jauh dari maksimal. Meskipun potensi pertanian tetap menjadi salah satu fokus perhatian, karena negeri kita juga dikenal sebagai negeri agraris. Saya bercita-cita memajukan masyarakat nelayan berdasarkan pengalaman- pengalaman  didunia  kelautan yang pernah diperoleh saat merantau,” kilahnya.
     Menurut Akew, Desa Mandrajaya, bagaikan mutiara terpendam. “Membutuhkan tangan yang ahli mengolah, agar cahayanya berpendar,” ujar pemilik filasafat hidup ‘Biarkan segala yang terjadi bagaikan air mengalir’ tersebut.
     Sejak usia belia, Akew dikenal hobi bertualang ke pelosok negeri selama puluhan tahun.  Namun pengalaman tersebut lebih didominasi dunia kelautan, seperti penyelaman (diving), penelitian perikanan laut dangkal dan laut dalam. “Bahkan saya pernah dilibatkan dalam penelitian ikan Somay (Napoleon), krapu di Tual, Ambon oleh perusahaan swasta asal Hongkong. Kegiatan yang sama tentang lobster di Atambua, Kupang termasuk penangkapan ikan,” imbuhnya, sembari memperlihatkan berbagai piagam penghargaan kemaritiman dari pemerintah.
       Pria yang juga mantan praktisi jurnalis di beberapa media ibukota tersebut juga kerap digunakan jasanya dalam penyelaman laut dangkal dan laut dalam. Bahkan potensi kelautan wilayah Flores Timur dikenal luas berkat jasanya. Sering menjadi instruktur penelitian bidang perikanan. “Padahal saya tidak memiliki latarbelakang pendidikan dunia perikanan, hanya bakat alam saja,” jelas Akew, yang mengaku baru 11tahun menetap di desanya, setelah pemekaran Desa Mandrajaya dari Desa Cibenda. 

Potensi
    Jika kawasan Mandrajaya dikembangkan dari sisi pariwisata  bahari, perikanan/kelautan, akan menjadi sumber PAD luar biasa bagi Pemkab Sukabumi, dan Pemprov Jabar. “Sehingga pemerintah perlu memperbaiki infrastruktur di wilayah Mandrajaya dan sekitarnya khususnya pada aspek tranportasi serta fasilitas pendukung lainnya,” harap pria paruh baya yang beristerikan Ernawati, wanita asli Mandrajaya tersebut.     
     Dia juga pernah aktif mengikuti program pemberdayaan masyarakat pesisir (PMP) dari Departemen Kelautan dan Perikanan saat Menterinya dijabat Rokhmin Dahuri, saat itu Gandi alias Akew menjabat Ketua Kelompok Tani Nelayan (KTNA).
     Setelah bertahun-tahun menimba pengalaman berkelana yang mana pengalaman mayoritas di dunia kelautan kemudian kembali ke desa. Ingin berbagi pengalaman dengan masyarakat di desanya dengan niat/tekad mensejahterakan masyarakat setempat melalui pengelolaan SDA kelautan wilayah tersebut.

Menghapus citra negatif
    Desa Mandrajaya jumlah penduduknya kurang lebih 4.000 jiwa, dan memiliki hak pilih 3.000 jiwa, dengan luas wilayah 8.700 hektar. Kini saatnya Mandrajaya butuh pemimpin yang visioner, tegas, berani dan berfikiran progresif.
    Akew juga mengungkapkan, dirinya sudah sejak lama memiliki gagasan mendirikan lembaga pendidikan berupa pondok pesantren modern. Pemikiran tersebut dilatarbelakangi melimpahnya SDA di wilayah ini.
  “Pesantren plus yang mendidik santri-santri mendalami dunia kelautan, setelah lulus nantinya berbekal iptek dengan iman yang kokoh. Santri yang imtaq. Bila perlu menjadikan Mandrajaya sebagai desa santri. Hal ini untuk menghapus citra hal-hal yang berbau negatif yang selama ini terkesan melekat bagi daerah ini,” papar Akew.
   Diakuinya, memang untuk mewujudkan hal ini tidak semudah membalik telapak tangan. “Gagasan ini dapat terealisasi bila segenap tokoh masyarakat beserta para ulama setempat mendukung rencana ini,” imbuh pria yang dikenal senang menyepi dan bermeditasi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta ini, mengakhiri bincang-bincang dengan MediaTOR di sebuah padepokan di kawasan Gunung Badak, Mandrajaya, beberapa waktu lalu.-(ah/us)




Share it:

Daerah

Post A Comment:

0 comments: