Dizolimi Bertahun-tahun, Rita Adukan Ke Presiden Petunjuk JPU Diduga Langgar Kewenangan

Share it:


Jakarta,(MediaTOR Online) - Pencari keadilan Rita KK/PT RK melalui advokat senior Dr Anwar Husin SH MM & Partners mengirimkan surat permohonan perlindungan dan keadilan hukum kepada Presiden Republik Indonesia  Ir Joko Widodo

Surat No:029/ADV-AH/I/2022, yang ditandatangi Dr Anwar Husin SH MM, Jacob Antolis SH MM MH, Cristophorus SH, Amirrudin Ilyas Saputra SE SH dan Hadi Soeyamto SH, menduga Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melanggar wewenang dengan tidak memberi kepastian hukum dan keadilan serta kemanfaatan bagi korban pelapor yang telah terzolimi selama 12 tahun.


Menurut Jacob Antolis SH MM MH lewat ponselnya Jumat sore (28/1/2022), perlindungan hukum, berkenaan  dengan penerbitan P19 pertama dan P19 kedua berisi petunjuk yang tidak bersifat  berkelanjutan  dan tidak konsisten serta  tidak sinkron dari petunjuk JPU pada Jampidum di Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta atas nama  Diyah Yuliastuti SH MH, Yuni Daru SH MH dan tim Yudi Handono SH MH selaku Dir Kamneg dari Direktur Keamanan Negara dan Ketertiban Umum  dan Tindak Pidana umum lainnya.

Dimana petunjuk P19 terakhir menyarankan agar penyidik mengikuti aturan Mahkamah Konstitusi  tahun 2015  dan penyidik mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013.  Jacob menduga,  JPU memaksakan kehendak untuk mengkaburkan/menghilangkan atau membelokkan  perkara  peristiwa yang terjadi pada tahun 2008-2011, yang diduga jelas hendak  menghilangkan dan mengkaburkan fakta hukum  dari semua bukti-bukti  dan keterangan saksi ahll pengakuan para tersangka lain yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Patut diduga, kata Jacob, telah terjadi  suatu kondisi lobby-lobby transaksional  para tersangka dan Jaksa Penuntut Umum, sehingga, berkas penyidikkan  atas nama tersangka Primasura Pandu Dwipanata dkk belum juga dinyatakan lengkap atau P21.  Walaupun sudah ada putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum  kasasi perkara atas nama Ningsing Suciati  mantan Direktur Utama PT Bank of India Indonesia tbk dahulu Bank Swadesi telah putus dan mempunyai  kekuatan hukum tetap dan pasti.

Dugaan lobby-lobby tersebut, kata Jacob, dapat dijelaskan adanya pristiwa-pristiwa, diantaranya surat, pemberitahuan penetapan 15 tersangka lagi dari Direktorat  Tindak Pidana Ekonomi dan khusus pada Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta Cq. Kasubdit Perbankan Mabes Polri Jakarta dengan No. R/a32/v/res2.2/2020/Dittipdeksus tertanggal  11 Mei 2020 kepada Jaksa Agung Muda  Tindak Pidana Umum telah ditetapkan 15 tersangka lagi berkaitan dengan  tindak pidana perbankan.

Berdasarkan  petunjuk P19 pertama dari  Jaksa Penuntut Umum pada Japimdum Kejaksaan Agung  10 Desember 2019 secara garis besar  menyatakan agar dilakukan pemeriksaan  terhadap Dewan Komisaris antara lain Prabakan, Prakash Chugani, LG Rompas, Rakesh Sinha, GK Das maupun direksi lainnya PT Bank  Swadesi  sekarang  Bank BOII kala itu secara kolektif kolegial terlibat pada saat pengajuan kredit sampai dengan  pelelangan  sebagian asset/agunan debitur  PT Ratu Kharisma dengan harga yang tidak wajar dan hutang tidak lunas sebaliknya pihak bank masih menagih debitur lagi.

Pemeriksaan itu, kata Jacob, penting  sehingga bisa diketahui peran dan tanggungjawab dari masing-masing  baik sebagai Dewan Komisaris maupun  sebagai Dewan Direksi dan pejabat lain di  di PT Bank Swadesi dalam hubungan fasilitas kredit tersebut, apakah  hanya berfungsi  menerima laporan  atau ikut memutuskan.

Akan tetapi terhalang  dengan adanya petunjuk  dalam P19 kedua, perihal  pengembalian  berkas perkara  atas nama Primasura  Pandu Dwipanata DKK yang disangka melanggar hukum berkaitan  dengan tindak pidana perbankan  sebagaimana dimaksud dalam pasal 49  ayat (2) huruf b UU.No.10 Tahun 1998 atas perubahan  UU. No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. “Patut diduga telah melanggar atau bertentangan dengan etika hukum serta melanggar dasar hakiki atas hak  asasi manusia klien kami,” ujar Jacob.

Adanya putusan inkracht yang menyatakan  Ningsih Suciati bersalah, kata Jacob, maka sudah selayaknya  berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata DKK yang disangkakan  melanggar  tindak pidana perbankan dinyatakan lengkap atau P21. “Upaya hukum luar biasa atas suatu putusan yang mempunyai  kekuatan hukum tetap tidak menangguhkan maupun  menghentikan  pelaksanaan dari putusan tersebut (pasal 268 ayat (1) KUHAP),” katanya.

Patut diduga JPU yang menangani perkara sekarang ini, telah melanggar  pasal 110 ayat 4 KUHAP, yakni penyidik telah dianggap  selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan  atau apabila sebelum batas waktu tersebut  berakhir telah ada pemberitahuan  tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.

Selain itu, kata Jacob, JPU yang menangani kasus ini sekarang, tidak sesuai  dengan surat edaran Kejaksaan Agung RI No. SE-3/E/Ejp/11/2020 tanggal 19 November 2020 tentang petunjuk jaksa (P19) pada pra penuntutan dilakukan satu kali dalam penanganan perkara tindak pidana umum.

“Atas sikap JPU yang masih belum berkenan memberikan pernyataan lengkap  (P21) atas berkas yang diberikan penyidik  padahal telah dilengkapi  dengan adanya putusan Mahkamah Agung  atau putusan Kasasi  No. 1935k/Pid Sus/2021 tanggal 29 Juni 2021 sesuai dengan P19 yang kedua  adalah suatu arogansi  kekuasaan yang tampak sangat tercela,” tuding Jacob.

Jaksa,  tutur, Jacob seharusnya bertindak professional  dan proporsional  yang merupakan suatu perintah  dari undang-undang  agar  memegang teguh integritas  sumpahnya, dengan berkomitmen pada prinsip akuntabel  dan konsisten dalam memberikan petunjuk P-19 dengan tetap merujuk namun tidak menyimpang dari diterbitkannya dua kali (P19) dari JPU sebelumnya.

JPU yang menangani kasus perbankan ini ketika berusaha dimintai tanggapan belum berhasil.***

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: