Cibinong,(MediaTOR Online) - Pembangunan gedung Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bogor diduga menggunakan dua mata anggaran terpisah. Pertama anggaran pembongkaran gedung dengan nilai 120 juta rupiah yang tendernya dimenangkan oleh CV.Ella Mulya. Setelah ditelusuri dari RT sampai RW, tidak ditemukan alamatnya dan terkesan pembongkaran gedung tersebut dibayar bukan membayar seperti yang dipraktikkan pemain besi tua.
Memperhatikan banyaknya suara miring yang menyuarakan sewaktu pembongkaran adanya kordinasi dilapangan yang mengatas namakan oknum salah satu orang Media sehingga kuat dugaan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut dan terkesan ada indikasi jadi bancakan.
Begitu juga dengan Proyek kelanjutannya pada pembangunan Gedung kantor DP3AP2KB dengan anggaran Rp 21M lebih yang dikerjakan oleh PT.Ahli Bangun Sejahtera, beralamat di Cilandak, Jakarta Selatan yang ternyata dikerjakan oleh Rasito,yang sejak awal mengawal proyek tersebut terkesan Ijon.
Menyikapi hal tersebut Ketua umum GIAK NJ Hasudungan Siagian SH meminta agar pihak aparat penegak hukum, khususnya KPK, agar turun tangan mengusut proyek yang bernilai puluhan miliar rupiah tersebut. "Karena proses pengadaan proyek dinilai berindikasi cacat administrasi. Misalnya, alamat perusahaan pemenang proyek tidak sesuai dokumen lelang. Masa' dokumen yang tidak beres demikian, bisa jadi pemenang lelang. Ini tidak beres," tandas Hasudungan lagi.
Dikatakan, kalau proses-proses pengadaan barang pemerintah diduga dijadikan bancakan seperti ini, jelas merugikan keuangan negara. Dimana angggaran tersebut notabene berasal dari uang rakyat
Menurut Firdaus SH MH, seorang advokat senior ibukota yang juga pegiat anti korupsi serta aktivis politik, hal semacam tidak bisa dibiarkan. "Aparat penegak hukum harus proaktif mengusut proyek-proyek yang terindikasi menjadi bancakan. Janganlah oknum-oknum pejabat lebih mementingkan keuntungan pribadi ketimbang kepentingan rakyat dan negara," tandasnya.
Sementara itu, menanggapi adanya proyek-proyek pemerintah yang terkesan menguntungkan kepentingan oknum-oknum, tidak boleh dibiarkan. Aparat penegak hukum harus turun tangan mengusutnya. Jangan terkesan "tutup mata".
Dalam hal ini, Tri Turawan SH, seorang advokat muda ibukota menilai penerapan UU No.14/2008 tentang keterbukaan Informasi Publik di kalangan pejabat masih belum optimal. Saat dikonfirmasi praktisi jurnalis atau LSM, mereka cenderung tertutup, bahkan enggan menanggapi. "Keterbukaan informasi yang diminta pegiat media dan LSM itu kan untuk kepentingan publik. Kalau mereka enggan menanggapi, berarti ada yang disembunyikan. Itu pelanggaran terhadap Undang-undang KIP," tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan surat konfirmasi yang dikirimkan Koran MediaTOR Online kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), begitu juga dengan pelaksananya tidak memberikan jawaban.(Rd)
Post A Comment:
0 comments: