Tiga Terdakwa Pengeroyok Putri Indonesia Favorit 2010 Divonis Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Percobaan Saja

Share it:

Jakarta (MediaTOR Online) – Kerap diperbincangkan pasal karet. Tidak begitu jelas yang dimaksudkannya. Pikiran sebagian awam hukum tidak lain yang ancaman hukumannya berat namun bisa dikenakan ringan sekali. Adakah yang di bawah ini termasuk?

Persidangan panjang bahkan sempat berlarut-larut kasus pengeroyokan terhadap Puteri Indonesia Favorit 2010, Aelyn Halim, akhirnya berakhir. Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pimpinan Sunoto SH  jeblok  jika dibandingkan dengan ancaman maksimal Pasal 170 ayat (1) KUHP yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pratama Hadi SH MH.

“Dihukum tiga bulan penjara. Tetapi hukuman ini tidak perlu dijalani ketiga terdakwa apabila tidak melakukan kejahatan selama delapan bulan ke depan,” demikian Sunoto saat membacakan amar putusannya.  Alasannya, karena vonis tersebut dengan masa percobaan delapan bulan.

“Ketiga terdakwa tidak masuk penjara kalau berlaku baik-baik saja selama delapan bulan,” Sunoto memperjelas putusannya terhadap terdakwa Gunawan, Alexander dan Rina Salim.

Sidang kasus pengeroyokan Putri Indonesia.


Pasal 170 ayat (1) KUHP yang sebelumnya dipersalahkan JPU dalam dakwaan tunggalnya berisi ancaman maksimalnya lima tahun enam bulan penjara. Dengan pengenaan pasal tersebut sangat memungkinkan untuk dikenakan penahanan kepada terdakwa yang melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP. Namun terdakwa  Gunawan, Alexander dan Rina Salim tidak pernah dimasukan ke dalam tahanan dengan berbagai pertimbangan. 

Mantan mertua Aelyn Halim itu selain sudah tua sakit-sakitan pula. Sering harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan mantan suami Aelyn tampak masih sehat. 

Jika demikian kondisinya kenapa pula penyidik dan jaksa peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKJ mengenakan Pasal 170 ayat (1) KUHP terhadap ketiga terdakwa dalam surat dakwaannya. Bukankah banyak pasal yang lebih ringan yang bisa dikenakan. Hanya karena pengeroyokan itu dilakukan ketiga terdakwa atau ada motif lain di balik Pasal 170 KUHP itu?

Amar putusan majelis hakim yang diketuai Sunoto pun banyak mutar-mutar menjadi tidak vokus pada perkara pengeroyokan. Disebutkan ketiga terdakwa melakukan pengeroyokan terhadap saksi korban Aelyn sehingga di lehernya terdapat bekas cekikan atau cengkraman. Begitu juga di salah satu jemari korban terdapat memar dan juga di kepala bagian belakang. 

Selain itu, majelis juga menyebutkan bahwa peristiwa pengeroyokan di tempat yang lagi ramai orang di lobby Plaza Senayan Jakarta. Korban tentu merasa terpukul saat mengalami pengeroyokan tersebut. Sebab bukan tindakan tunggal yang diterimanya. Korban terjengkang ke belakang, sempat tidak bisa bernafas.

Namun, kata majelis lagi, saksi peristiwa tersebut memiliki pandangan berbeda. Begitu juga visum menyebutkan tidak ada halangan bagi korban melaksanakan pekerjaannya. “Pun demikian tidak menghapuskan fakta,” kata majelis.

Peristiwa tersebut terjadi pada 6 Februari 2022. Kenapa begitu lama proses hukumnya, majelis menjawab sendiri pertanyaannya, ada kriminalisasi dalam penanganan perkara. Namun, Sunoto tidak menjelaskan siapa yang dikiriminalisasi, korbankah atau para terdakwa. Siapa pula yang mengkriminalisasi.

Selain itu, hakim mengungkapkan, di antara korban dengan mantan mertua dan suami terdapat perselisihan terkait (perebutan?) anak korban dengan mantan suaminya. Korban sendiri sengaja ke lobby Plaza Senayan untuk melepas kangen dan rindunya terhadap buah hatinya yang bersama mantan suami dan mertuanya. “Sudah dua tahun korban tidak bertemu dengan anaknya,” kata majelis. 

Namun, majelis justru menilai tindakan pengeroyokan dilakuan mantan suami dan mertuanya karena ketakutan cucu dan anaknya dibawa kabur oleh Aelyn. “Jadi, tindakan ketiga terdakwa spontan saja mengantisipasi dibawa kabur cucu dan anaknya,” kata Sunoto terkesan mengesampingkan betapa besarnya juga rasa kangen dan rindunya Aelyn terhadap belahan jiwanya.

Mendengar vonis majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut, seorang pengunjung sidang mengaku agak kebingungan. Pengunjung sidang yang juga advokat mengaku bertanya-tanya. Kesannya majelis hakim seolah bertindak sebagai penasihat hukum ketiga terdakwa. “Mudah-mudahan saya salah iya,” kata pengacara yang mohon jati dirinya tidak ditulis tersebut, Rabu (1/10/2025).

Atas putusan  majelis terhadap ketiga pengeroyok mantan Putri Indonesia tersebut, baik jaksa maupun majelis hakim sama-sama menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima vonis tersebut. JPU sendiri sebelumnya pun hanya menuntut tiga bulan penjara saja bagi ketiga terdakwa. (Pas)

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: