Jakarta,(MediaTOR Online) - Terdakwa Siti Marrunnisa alias Ica (33) merasa dirinya dikriminalisasi. Pasalnya, petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai tebang pilih. Pembeli obat atau pengecer diadili, sementara grosir, toko obat besar atau penjual partai besar lolos dari jeratan hukum.
Adalah Siti Marrunnisa alias ica, warga Cililitan Kecil Rt 003 Rw 013 Kramatjati Jakarta Timur yang harus duduk di kursi persakitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur setelah disidik petugs BPOM karena membeli obat untuk dijual secara eceran. Sementara penjual tidak kena sanksi dan tetap leluasa menjual obat jenis sama.
Atas tindakan Siti itu, Jaksa Penuntut Umum(JPU) Yoklina Sitepu SH MHum mempersalahkan terdakwa Siti Marrunnisa melanggar UU Kesehatan. Hal itu sesuai hasil penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM Jakarta.
PPNS BPOM melimpahkan perkara ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur terhitung 14 Desember 2021. Sejak itu pula Siti tahanan kota. "Kami merasa aneh, janggal dan diperlakukan tidak adil, masa pembeli dan pengecer diadili sementara penjual obat kepada terdakwa tidak dijerat hukum. Saksi dari BPOM pun di dalam persidangan pimpinan hakim Agam Syarief Baharudin nyaris tidak tahu apa-apa," tutur WH Sukrisno SH, penasehat hukun terdakwa, Rabu (26/1/2022).
Dalam surat dakwaan jaksa, peristiwa disebutkan berawal Rabu tanggal 22 September 2021 pukul 12.00 WIB di ruko yang difungsikan sebagai toko online Mig Loriyogus 88 dan Bestand DCEHP di Jalan Masjid Al Bariyah nomor 93 Rt 005 Rw 010 Kelurahan Tengah, Kramatjati, Jakarta Timur.
Terdakwa disebutkan dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat-alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar. Hal itu dilakukan terdakwa pada tanggal 22 September 2021 ketika petugas dari Balai Besar BPOM Jakarta mendapatkan informasi bahwa di toko tersebut ada perdagangan obat -obatan.
Saksi Dhegi Arrozak Qieu Tafsa SH dari BPOM tiba di ruko tersebut dan bertemu saksi Nisya dan Syagnaz yang merupakan karyawan terdakwa sedang melakukan packing. Petugas BBPOM melakukan pemeriksaan terhadap ruko di Jalan Masjid yang terdiri atas 2 lantai tersebut. Lantai 1 digunakan untuk tempat produk yang akan dijual melalui online Best Hnd Chehp di Tokopedia dan My Gloriyous 88 Berstand Dchehp 19 di Shoppe.
Saat itu petugas menemukan obat produk injeksi diduga tanpa izin edar tersimpan di rak. Selain itu juga ditemukan paket siap kirim yang berisi pesanan obat injeksi diduga tanpa izin edar pula menunggu dijemput kurir pengirim.
Perbuatan terdakwa tersebut dipersalahkan jaksa sehingga diancam pasal 197 Undang-undang RI nomor 6 tahun 2009 tentang Kesehatan. JPU Yoklina Sitepu SH MHum menyatakan terdakwa melakukan pembelian untuk stok guna dijual kembali melalui online. Penjualan setiap bulan disebutkan antara Rp 75 juta sampai Rp 150 juta.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 103 tahun 2001 dan 110 tahun 2001 disebutkan pemberian izin edar farmasi berupa obat dan tradisional adalah kewenangan BPOM RI. "Ironisnya, dan inilah yang kami pertanyakan, dari ribuan penjual obat di medsos atau online,termasuk Tokopedia dan Shopee, kenapa hanya klien kami yang dibawa BPOM ke pengadilan. Mengapa hanya tertuju ke toko milik terdakwa saja aparat BPOM," kata WH Sukrisno.***
Post A Comment:
0 comments: