Jakarta, (MediaTOR Online) – Ahli hukum pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan praktisi hukum berpendapat hampir sama bahwa untuk menyelamatkan aset para korban dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya bisa dengan mempidanakan pihak ketiga yang menguasai asset atau menggugat secara perdata.
Ahli hukum pidana dan TPPU Yenti Ganarsih menyatakan person atau perusahaan yang menjadi "penampung" atau pembeli aset para korban KSP Indosurya Nazaruddin bisa pula dijerat dengan UU TPPU.
"Yang namanya TPPU adalah memanfatkan atau menggunakan uang atau harta kekayaan dari kejahatan, dalam hal ini pencucian uang atau korupsi. Henry Surya kan kena TPPU karena mengalirkan maka person apalagi perusahaan yang menerima juga bisa kena sepanjang yang menerima tahu atau patut menduga bahwa yang diterima berasal dari kejahatan," jelasnya.
Yenti menyebutkan, perusahaan yang menampung aset para korban KSP Indosurya bisa dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bos KSP Indosurya Henry Surya sesungguhnya telah divonis 18 tahun dan denda Rp 15 miliar. Namun aset yang disita terkait tipugelap dan cuci uang itu di samping tidak seberapa juga masih belum tuntas pembagiannya terhadap para korban.
Para korban menyayangkan proses pengembalian kerugiannya tak sesuai harapan. Pada 18 Januari 2024 Kejaksaan Agung mengembalikan rampasan uang sejumlah Rp 39 miliar dan 896.000 dolar Amerika Serikat (AS) dan telah diserahkan ke LPSK. Namun, jumlahnya yang diberikan itu sangat sedikit dibandingkan dari total kerugian yang mencapai Rp16 triliun lebih atau hanya 0,31 persen dari total tagihan atau setiap tagihan Rp1 miliar hanya menerima Rp3,1 juta.
Advokat senior Erman Umar menambahkan para korban dalam kasus KSP Indosurya agar tidak henti-hentinya menelusuri asetnya yang mungkin sudah dalam penguasaan pihak ketiga. "Kalau dapat dipastikan bahwa aset di pihak ketiga itu milik korban bisa saja yang menguasai tersebut dilaporkan ke polisi sebagai penadah," ujar mantan Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang kini sebagai Ketua Dewan Penasihat KAI.
Erman juga mengatakan ada lagi langkah lain yang bisa ditempuh para korban KSP Indosurya. Aset yang terlanjur dijual ke pihak ketiga atau KSP Indosurya sendiri menjual, namun ketika diminta tak mau menyerahkan/mengembalikan, bisa digugat secara perdata.
"Diajukan gugatan ke pengadilan selanjutnya dimohonkan sita jaminan atas aset milik korban tersebut. Tentunya korban dapat membuktikan aset itu tadinya miliknya namun dilego KSP Indosurya," tuturnya.
Sayangnya, kata Erman, para korban sudah terlanjur habis-habisan memperjuangkan haknya selama ini, membuat mereka sulit melakukan pengerahan segala upaya menelusuri aset-asetnya yang dijual atau dialihkan KSP Indosurya ke berbagai pihak.
Erman Umar menegaskan untuk kasus-kasus penipuan penggelapan dan TPPU, penyidik Kepolisian sejak awal seharusnya aktif dan intensif melakukan penelusuran atau tracing atas aset-aset para korban yang dijual, dialihkan atau bahkan disamarkan kepemilikannya oleh KSP Indosurya. Dengan demikian, kerugian para korban dapat diselamatkan lebih maksimal.
Praktisi hukum Ferry Juan mengkhawatirkan aset para korban tidak secara resmi tercatat/terdaftar atas nama KSP Indosurya. Hal ini menimbulkan kesulitan. Dia menyebutkan pengembalian aset-aset yang diperoleh Henry Surya harus melalui proses hukum yang jelas dan transparan, termasuk melalui mekanisme lelang yang sah, karena pengalihan aset tanpa melalui prosedur lelang yang sah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar aset-aset yang dirampas dari Henry Surya dikembalikan kepada para korban dan dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku agar hak-hak para korban dapat dipulihkan.
Proses lelang yang transparan dan legal dapat mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang dan kecurangan. Oleh karena itu, setiap upaya pengalihan aset KSP Indosurya tanpa melalui lelang harus dihentikan dan dikaji ulang untuk memastikan bahwa hak-hak para korban dapat dipulihkan dan mereka dapat keadilan.
"Setiap bentuk pengalihan aset yang tidak melalui lelang resmi dapat dianggap sebagai tindakan melawan hukum dan berpotensi merugikan para korban," ujarnya.
“Pengalihan aset hasil tindak pidana kepada pihak lain adalah tindakan yang melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi sebagai “penadah” sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP yang berbunyi: "Seseorang yang menerima, membeli, menyimpan, menjual, atau menukar barang yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana dapat dikenakan sanksi pidana," dan pasal TPPU yang berbunyi: "Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul aset yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana dipidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar”," tuturnya.
Ferry Juan mensinyalir banyak aset KSP Indosurya yang belum tercatat/terdaftar secara resmi dan masih dalam proses verifikasi kepemilikan namun telah dialihkan kepada beberapa pihak. Ferry Juan mengimbau para nasabah KSP Indosurya untuk menolak segala bentuk pengalihan aset yang belum tercatat/terdaftar secara resmi untuk menghindari permasalahan yang dapat menimbulkan sengketa hukum di belakang hari, karena aset yang belum tercatat dan terdaftar itu tidak dapat dikategorikan sebagai pemilik sah. (Pas)
Post A Comment:
0 comments: