Penataan Kawasan Puncak Dinilai Kontradiktif.Mengapa Villa Dimusnahkan, Namun Penginapan dan Hotel Dilegalkan

Share it:
Bogor,(MediaTOR),-Keberadaan villa di kawasan Puncak sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Pada waktu  lalu, villa pada umumnya dimiliki oleh golongan tertentu, diperuntukan untuk tempat peristirahatan  pada masa liburan akhir pekan. Atau untuk pertemuan para birokrat dan bisnisman.
     Bangunan villa-villa tersebut didirikan pada daerah yang mempunyai view  bagus dan terletak pada ketinggian tertentu. Tragisnya, pembangunannya tanpa mempelajari dampak yang akan terjadi pada masa yang akan datang. 
      Villa-villa tersebut ada yang dibangun pada lahan (tanah) yang dibeli (dibebaskan) dari masyarakat setempat  status tanahnya ada  Hak Milik atau masih berstatus Milik Adat. Bahkan ada yang didirikan pada areal yang dikuasai oleh perkebunan dan kehutanan.
     Dalam proses perencanaan pembangunan villa atau kegiatan fisik lainnya perlu  dikaji dari status pemilikan tanah, apakah sudah bersertifikat atau masih Tanah Milik Adat yang sudah dibebaskan. Kemudian ditindak lanjuti dengan proses perijinan pembangunan fisik melalui instansi terkait ( minimal dari Desa dan Kecamatan ) sebagai penguasa wilayah.
     Bila ketersediaan lahan (tanah) sudah legal dan proses perizinan sudah ditempuh maka pembangunan villa tersebut sudah legal secara hukum. Dan apabila dikemudian hari terjadi perubahan dalam proses perencanaan maka harus dimusyawarahkan.
     Pembongkaran villa-villa di kawasan Puncak karena diasumsikan sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir pada waktu musim hujan dan berdampak pada daerah hilir  itu tidak disangkal.  Apakah dilegalkannya pembangunan hotel, penginapan, tempat wisata, perumahan, pusat perbelanjaan, serta tanaman musiman dan sebagainya tidak menyebabkan terjadinya banjir. Sebuah kebijakan penataan kawasan yang terkesan kontradiktif. 
    Terkait masalah itu, HM. Hasbullah Rahmad SH Mhum, Anggota DPRD Tk I Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jawa Barat, mengatakan, “Pada prinsipnya mendukung program pelestarian sumber daya alam dan sumber daya buatan yang sejalan dengan rencana tata ruang wilayah. Penertiban kawasan Puncak yaitu pembongkaran villa-villa telah mulai direalisasikan. Karena diduga keberadaan villa-villa tersebut merupakan salah satu pemicu terjadinya banjir. Yang menjadi pertanyaan apakah ada pengendalian terhadap perijinan kegiatan fisik lainya? “.
     Mengutip pepatah orang bahwa “MAN MADE EROSION” berarti yang menciptakan erosi itu adalah manusia, yaitu dengan merubah bentang alam yang alih  fungsinya tidak sesuai dengan kondisi fisik wilayah yang bersangkutan, karena THE PRESENT IS THE KEY TO THE PAST.  Lebih lanjut Hasbullah mengatakan, “Sangat disadari semua kegiatan alih fungsi lahan yang akan dipergunakan untuk beberapa jenis kegiatan fisik harus melalui kajian teknis dan non teknis yang diselenggarakan oleh suatu badan perijinan. Dan badan perijinan tersebut merangkum beberapa persyaratan teknis dan non teknis dari instansi terkait dengan perijinan yang dimohon, untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan final,” ujarnya.
     Sebagai contoh misalnya perijinan untuk kegiatan fisik di kawasan Puncak hanya diberikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 5-10 %, apakah tidak rawan terhadap pelanggaran. Karena bila pemohon mengajukan permohonan atas bidang tanah seluas 10.000 M2, yang diperbolehkan untuk kegiatan fisik hanya seluas 500-1000 M2 saja.
     Disadari bahwa dengan diberikanya KDB yang kecil dengan asumsi agar para investor berfikir 1000 kali untuk menanamkan modalnya di kawasan Puncak. Tetapi apa yang terjadi, para investor tetap mengincar kawasan Puncak yang merupakan idola, seperti apa yang pernah kami tulis “ Kawasan Puncak idola bagi para pengembang tetapi merusak lingkungan “.
     Yang menjadi pertanyaan mengapa villa-villa dibongkar, hotel dan penginapan bermunculan di kawasan puncak?. Apakah alih fungsi lahan selain pembangunan fisik tidak mempengaruhi terjadinya banjir. Apakah alih fungsi lahan di kawasan puncak sudah sejalan dengan rencana tata ruang?. Bagaimana tanggung jawab pemberi izin?. (Nasirudin/Haryati)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: