Warga Transmigrasi Desa Limbung Berharap Keadilan Dari Mahkamah Agung RI

Share it:
Pontianak,(MediaTOR Online) Transmigrasi yang dikirim dari pulau Jawa pada tahun 1955 era Presiden Sukarno dengan menggunakan kapal sebanyak 455 kepala keluarga, terapung dilaut selama 1 Minggu, Akhirnya sampai didaratan yakni Borneo Kalimantan barat. 

Mbah Budiman yang sudah berumur 90 tahun menegaskan, saat ini, kami bukan kegembiraan yang diperoleh, Justru air mata bercucuran dari tangisan hampir semua yang ada. Bagaimana tidak rumah yang akan kami tempati benar-benar sangat memprihatinkan, terbuat dari kayu berlantaikan papan berdinding kulit kayu dan ber atabkan daun Nipah, tak terbayangkan bagaiman kalau hujan lebat, namun apalah daya nasib harus diterima. Hidup harus dengan perjuangan.
Bukan hanya rumah tempat hunian saja namun lahan yang sudah ditebang oleh pemerintah, diperuntukkan untuk kami bercocok tanam pada saat itu berwujud tanah gambut yang banyak airnya dan bergelimpangan pohon besar berserakan diatasnya. Sehingga sangatlah sulit untuk menanam apapaun dilahan seperti itu. Penderitaan demi penderitaan dilalui, berladang dengan segala daya dan upaya agar kami bisa bercocok tanam, namun juga blom membuahkan hasil karena lahan yang teramat kurang mendukung untuk pertanian. Akhirnya pemerintah memberikan jatah hidup berupa beras dan ikan asin sampai 10 tahun lamanya, tegasnya, senin (08/03/21). 

Diketahui, kala itu belum ada lampu penerangan sama sekali, penerangan jikala malam datang hanya dengan pelita berbahan bakar minyak tanah. Baru pada tahun 1994 kami baru bisa menikmati terangnya malam dengan aliran lampu listrik.

Menjadi aneh keputusan PN dan PT bisa mengabulkan gugatan Steven kepada kami, padahal hanya bermodalkan sertifikat hak milik yang penerbitannya diduga cacat administrasi. Bagaimana tidak, kami yang hanya petani saja merasa bahwa penerbitan sertifikat tersebut diduga syarat dengan manipulasi data dan cendrung seperti ada permainan mafia tanah, tandasnya. 

Lahan kami dari pembagian transmigrasi tahun 1955 dikala era presiden Sukarno. Telah disertifikatkan yang berasal dari pengajuan dan administrasi desa Kuala dua yang merupakan desa lain bukan desa transmigrasi yang perolehannya bukan dari jual beli warga transmigrasi. 

Kami saja tidak pernah mengajukan sertifikat secara sendiri-sendiri karena kami tidak mepunyai cukup kemampuan untuk membiayai penerbitan sertifikat pribadi yang biayanya sangat mahal pada waktu itu. Sehingga hanya menunggu pembagian sertifikat dari kanwil transmigrasi, pada tahun 1982 kanwil transmigrasi telah mebagikan sertifikat hak milik atas lahan kami tersebut, namun sayangnya baru sebagian, bisa jadi karena keterbatasan anggaran kanwiltrans pada waktu itu, tegas kake tua sambil meneteskan air mata.

Pada tahun 2007 kanwil trans membagikan kembali sertifikat atas lahan kami yang belum terbit pada tahap pertama. Namun sangat disayangkan sebagian lahan kami telah diterbitkan sertifikat hak milik atas nama orang lain. Bukan warga trans dan juga bukan pemilik lahan. 

Lahan tersebut berada disebelah selatan wilayah trans 1955 seluas kurang lebih 40ha. Dan saat ini lahan tersebut milik Steven dkk. Sebanyak 60 pecahan KK yang memiliki lahan tersebut sampai saat ini belum pernah mendapatkan solusi dari pihak kanwil trans maupun BPN. Justru kami digugat di PN dan PT karena menggarap lahan bersertifikat tanpa ijin, tandasnya.

Kami mencoba mencari keadilan dan kebenaran atas terjadinya hal ini, namun hingga saat ini kami belum mendapatkannya. Seharusnya Kamilah yang mengadukan dia ke pihak kepolisian daerah Kalimantan barat sebagai perampas lahan milik warga transmigrasi, bukan sebaliknya, tegasnya.

Namun apalah daya kami tidak mengetahui kalau yang memiliki sertifikat diatas lahan tersebut adalah Steven. Dan baru tau setelah sebagian warga kami menjadi tergugat.

Sudah sejak tahun 2007 kami menanyakan ke kanwil trans mengenai lahan yang 40 hektar milik 60 warga pecahan KK Trans tidak dapat diterbitkan, Jawabannya tidak memuaskan. Dan ketika kami menanyakan kepada BPN terkait selalu bisa mendapatkan penjelasan milik siapa sertifikat diatas lahan 40 ha tersebut. 

Mungkin pantas dan patut kalau kami menyebut bahwa kami adalah korban dari konspirasi mafia tanah. Untuk itulah kami hanya dapat pertahankan hak dengan cara mengelola dan menanami lahan tersebut dengan tanaman palawija dan sayuran, hingga akhirnya kami digugat, terangnya.(wwn)
Share it:

Hukum

Post A Comment:

0 comments: