PARTAI BURUH, Perlukah?

Share it:


Dalam pandangan Bung Karno, perjuangan politik bagi serikat buruh, paling tidak, adalah dimaksudkan untuk mempertahankan dan memperbaiki nasib politik kaum buruh, atau mempertahankan *_“politieke toestand”_* (situasi politik). Menurut Bung Karno, _politieke toestand_ sangat terkait dengan masa depan gerakan buruh, yaitu penciptaan syarat-syarat politik untuk tumbuh-suburnya gerakan buruh.

Jika kaum buruh menginginkan kehidupan yang layak, naik upah, mengurangi tempo-kerja, dan menghilangkan ikatan-ikatan yang menindas, maka perjuangan kaum buruh harus bersifat ulet dan habis-habisan. Jika ingin mengubah nasib, menurut Bung Karno, kaum buruh harus menumpuk-numpukkan tenaganya dalam serikat sekerja, menumpuk-numpukkan *_machtvorming_* (penciptaan kekuasaan) dalam serikat sekerja, dan membangkitkan kekuasaan politik di dalam perjuangan.

Serikat buruh harus menjauhkan diri dari *"Politik Minta-Minta"*. Bung Karno mengingatkan, politik minta-minta tidak akan menghapuskan kenyataan antitesa antara modal dan kerja. _“Politik minta-minta satu kali akan berhasil, tetapi sembilan puluh sembilan kali niscaya akan gagal”_, demikian dikatakan Bung Karno saat mengeritik serikat sekerja yang hanya menuntut perbaikan nasib.

Bung Karno telah mengeritik habis-habisan tuan S (nama inisial, dalam harian Pemandangan) yang membuat tulisan berjudul _“bolehkan Sarekat sekerja berpolitik?”_ Dalam tulisan itu, penulis menuntut gerakan serikat buruh tidak usah berpolitik. 

Bung Karno juga tidak lupa mengeritik Robert Owen, Louis Blanc, dan Ferdinand Lassalle, karena mereka dianggap menganjurkan perdamaian antara modal dan kerja.

     Indra Munaswar, Ketua Umum FSPI           (Federasi Serikat Pekerja Indonesia).

Karena itu, dalam tulisan *"Mencapai Indonesia Merdeka"*, Bung Karno sudah menggaris-bawahi pentingnya kaum buruh dan rakyat Indonesia untuk *menghancurkan stelsel (sistem) imperialisme dan kapitalisme*.

Dalam hal alat politik, seperti juga kaum Leninis, Bung Karno menganjurkan pendirian sebuah partai pelopor, sebuah partai yang konsekwen-radikal dan berdisiplin. Partai ini harus merupakan partai yang kemauannya cocok dengan kemauan marhaen. Partai yang segala-galanya cocok dengan natuur (alam), partai yang terpikul natuur dan memikul natuur. Sebuah partai yang mengubah pergerakan rakyat itu dari _onbewust_ menjadi _bewust_ (sadar). Demikian dikatakan Bung Karno.

Hanya saja, dalam perjalanan menuju penghancuran stelsel imperialisme dan kapitalisme, Bung Karno telah menganjurkan persatuan seluruh kekuatan nasional untuk menggulingkan penjajahan dan mencapai Indonesia merdeka. Sehingga, dalam praktek politik, Bung Karno mengharuskan pergerakan buruh mensubordinasikan perjuangan kelas di bawah perjuangan nasional.

Lahirnya Partai Buruh

Pada 25 Desember 1949, lahir Partai Buruh. Partai ini merupakan partai politik di Indonesia yang dibentuk oleh sekelompok mantan anggota Partai Buruh Indonesia (PBI) yang tidak setuju dengan penggabungan PBI ke dalam Partai Komunis Indonesia

Partai Buruh pertama kali diketuai oleh *Iskandar Tedjasukmana*. Ideologi yang dianut Partai Buruh adalah Nasionalisme Marxisme, dengan mengambil posisi politik Sayap Kiri. Secara resmi partai ini beraliran Marxis, tetapi dalam praktik politik lebih banyak dipengaruhi oleh nasionalisme.

Partai Buruh memiliki tingkat pengaruh, karena mengandalkan dukungan dari serikat buruh dan memiliki pengaruh di dalam Kementerian Tenaga Kerja. Iskandar Tedjasukmana adalah Ketua Biro Politik partai antara tahun 1951 dan 1956. Iskandar Tedjasukmana mewakili partai dalam pemerintahan, menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja di kabinet Sukiman, Wilopo dan Burhanuddin Harahap (1951–1956).

Di dalam kepemimpinan partai, terjadi perpecahan antara mereka yang mendukung posisi 'oposisi' Partai Nasional Indonesia dan Partai Murba, dan kalangan intelektual lain yang lebih dekat dengan Partai Sosialis Indonesia.

Ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dibentuk pada 1950, tujuh dari 236 anggotanya berasal dari Partai Buruh. Pada tahun 1951, Partai Buruh mengklaim memiliki 60.000 anggota. Pada bulan Maret 1951, Partai Buruh merupakan salah satu dari sebelas partai yang membentuk *Badan Permusyawaratan Partai Politik (BPPP)*.

Pada tahun 1952, para anggota serikat buruh yang terkait dengan Partai Buruh mendirikan pusat serikat buruh dengan nama *Himpunan Serikat-Serikat Buruh Indonesia (HISSBI)*. Presiden HISSBI, AM Fatah adalah anggota Partai Buruh.

Dalam pemilihan legislatif 1955, Partai Buruh memperoleh 224.167 suara (0,6% suara nasional), dan memenangkan dua kursi di parlemen. Setelah Pemilu, Partai Buruh bergabung dengan Fraksi Penegakan Proklamasi, sebuah kelompok parlementer heterogen dengan sepuluh anggota parlemen.

** Indra Munaswar

Sumber: Wikipedia Berdikarionline

Share it:

Opini

Post A Comment:

0 comments: