JPU Menilai Tidak Berdasar Pledoi Pembela Terdakwa Dianus Pionam Perkaranya Nebis In Idem

Share it:

Jakarta, (MediaTOR Online) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Lebanus Sinurat diminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Sulton agar menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan. Bahkan bila perlu memperberat lagi, karena perbuatan terdakwa Dianus Pionam als AWI diyakini melanggar beberapa pasal dari beberapa perundang-undangan.

Hal itu dikemukakan JPU Ari Sulton dalam repliknya yang dibacakan di PN Jakarta Utara, Senin (20/2/2023).


Sidang perkara Dianus Pionam


Alasan lain JPU, segala dakwaan maupun tuntutan hukum terhadap terdakwa Dianus Pionam terbukti secara sah dan meyakinkan dalam persidangan. Keterangan saksi saling bersesuaian menguatkan dakwaan yang pada akhirnya muaranya di tuntutan.

Menurut JPU Ari Sulton, unsur pasal 197 Jo pasal 106 ayat (1) UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, tepatnya dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin. Terbukti dilanggar terdakwa Dianus Pionam.

Selain itu, unsur pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo pasal 64 ayat (1) KUHP terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan demikian, menjadi semakin kuat alasan dan keyakinan majelis hakim untuk menghukum terdakwa Dianus Pionam sesuai tuntunan JPU.

Tidak ada pula alasan bagi majelis hakim untuk menerima pembelaan terdakwa maupun penasihat hukumnya yang menyebutkan dakwaan dan tuntutan JPU bertentangan dengan UU tentang Pengampunan Pajak/Tax Amnesty. Juga tidak punya dasar pledoi pembela yang menyatakan perkara tersebut nebis idem.

"Pendapat pembela dalam pledoi yang menyatakan  terdakwa harus dinyatakan bebas atau vrijspraak atau lepas (onslag van recht vervloging), padahal secara fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang dihadirkan dipersidangan bahwa perkara ini tidak termasuk dalam kategori  nebis in idem," tutur JPU Ari Sulton.

Mengenai hal dimana terdakwa dalam suatu berkas perkara maupun di persidangan tidak mengakui perbuatan adalah hak dari terdakwa sendiri. Oleh karena sesuai dengan pasal 189 ayat (3) KUHAP bahwa keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan pasal 52 KUHAP bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.

Tetapi terdakwa yang tidak mengakui perbuatan sebagaimana yang didakwakan, menurut Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali,  penerapan pembuktian perkara pidana yang diatur dalam hukum acara pidana selamanya tetap diperlukan sekalipun terdakwa mengakui tindak pidana yang didakwakan kepadanya. 

Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP, pengakuan menurut KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna atau bukan volledig bewijs kracht. Juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan atau bukan beslissende bewijs kracht. Oleh karena pengakuan atau keterangan terdakwa bukan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan.

JPU Lucky Selvano Marigo dari Kejaksaan Agung dan Ari Sulton Abdullah dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, sebelumnya menuntut agar terdakwa Dianus Pionam dipenjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan di PN Jakarta Utara, Kamis (19/1/2023).

Terdakwa Dianus Pionam dinyatakan tebukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Juga melanggar pasal 64 ayat (1) KUHP, pasal 60 angka 10 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Perbuatan terdawa dilakukan bersama-sama dengan saksi Hanny Susanti (berkas terpisah) secara berturut-turut dalam kurun waktu antara 2011 sampai 2021 dibebagai tempat diantaranya Komplek Perumahan Pantai Mutiara Blok AD/2 RT16/RW8, Pluit, Penjaringan Jakarta Utara.

Tempat itu, merupakan rumah tinggal terdakwa Dianus Pionam yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan (alkes) yang tidak memiliki perizinan berusaha, telah memperdagangkan sediaan farmasi berupa obat-obatan yang dipesan dari Mr Chuita.

Terdakwa Dianus Pionam mengetahui bahwa sediaan farmasi tersebut atau alkes berasal dari luar negeri yang lebih dipercaya kualitasnya oleh konsumen di Indonesia dengan harga relative lebih murah, sehingga akan mendatangkan keuntungan yang besar bagi terdakwa.

Dalam memesan obat terdakwa bekerjasama dengan saksi Gulhandi Dharmawa, saksi Laksono, saksi Syahruddin alias Didin dan saksi Precilia Oktavieni untuk melakukan pengurusan importasi dan pengiriman barang dengan kesepakatan besarnya biaya akan dibayarkan setelah obat-obatan diterima oleh terdakwa.

Sementara, mekanisme pembayaran sediaan farmasi berupa obat-obatan tersebut secara transfer ke dalam rekening bank yang ditunjuk dan terdakwa dengan mempergunakan identitas pengimpor palsu yakni atas nama PT Flora Pharmacy, PT Flora Farma Indo dan PT Flora Farmasi. (Wil)

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: