Tindakan Debt Colector Ambil Paksa Kendaraan di Tengah Jalan Berujung di Meja Hijau

Share it:


Bogor,(MediaTOR Online) - Sidang lanjutan Perdata no. 184, terkait penarikan kendaraan bermotor roda empat (mobil) di tengah jalan oleh Debt Collector, disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bogor molor hingga 2,5 jam, menunggu tergugat tak kunjung datang.

Sidang dijadwalkan pukul 11: 00 WIB, molor dan baru dilaksanakan pukul 14: 41 Wib. Keduanya menyerahkan kesimpulan dan sidang lanjutan akan digelar pada tanggal 11 Mei 2021mendatang untuj mendengarkan putusan majelis hakim.

Pimpinan sidang yang di ketua Majelis Hakim Ummi Kusuma Putri, hakim anggota Mathilda Christina Katarina dan Malissa serta psnitera Astrid Hastridian, materi sidang menyerahkan Kesimpulan dari penggugat dan tergugat.

Kuasa hukum penggugat Oktrivian membocorkan materi kesimpulan yang diserahkan penggugat Iin Darliaman pada majelis hakim. Menurutnya, kesimpulan yang diserahkan tergugat, salah menafsirkan Undang Undang Fidusia. 

Akibatnya, terjadi tindakan sewenang wenang pada penggugat, berupa penarikan paksa kendaraan di tengah jalan, dengan menggunakan jasa penagih hutang debt collector.

Dijelaskan, Kesimpulan penggugat yang disampaikan pada majelis hakim, tergugat telah keliru menafsirkan, memahami, meletakan dan menerapkan Undang Undang No 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia. Sehingga berbuat sewenang wenang dan menganggap sepele dan sangat merugikan penggugat.

"Gugatan kita tidak berubah dan kita konsisten dengan gugatan awal. Tergugat mengajukan eksepsi, bahwa Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Bogor tidak berwenang mengadili perkara ini, tetapi telah dijawab langsung oleh majelis dengan putusan, putusan Sela," kata Penggugat Iin Darliaman. 

Dalam kesimpulan penggugat, telah mematahkan ungkapan tergugat disebut sebagai wanprestasi dan kemudian kendaraan yang disengketakan di jual secara sepihak, setelah mengambil kendaraan dijalan dengan cara paksa melalui orang suruhannya dari leasing.

Penggugat meyakini gugatannya di PN Bogor akan ada campur tangan Tuhan untuk mengungkap kebenaran. Karena kita telah ungkap ada sanksi telat bayar dan ada denda harian denda keterlambatan. Sebutan wanprestasi oleh tergugat tidak dikenal di dalam undang-undang Fidusia. Melainkan Cidera janji sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2019.

Sehingga tak bisa menerapkan Pasal 1234 KUHPerdata tentang Wanprestasi dalam perkara Perdata no. 184. Menurut Mahkamah Konstitusi tidak boleh ditentukan oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan atau upaya hukum. 

Begitu pula kekuatan eksekutorial yang dilakukan Debt Collector atas perintah NSC Finance bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI tahun 1945. Sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Mahkamah Konstitusi menjelaskan dalam putusannya Nomor 18 tahun 2019 tanggal 6 Januari 2020. 

Penggugat membantah tidak ada tertera dalam perjanjian kredit masalah penarikan kendaraan oleh debt collector atau pihak ketiga. ( Leo )

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: