Perkara Dipaksakan, Terdakwa Arwan Koty Seharusnya Divonis Bebas Murni

Share it:

Jakarta,(MediaTOR Online) - Jika ada indikasi suatu kasus dipaksakan penanganannya, atau dari tidak ada menjadi ada, maka proses hukumnya akan berliku-liku. Satu pihak akan merasa dikriminalisasi atas ulah pihak lainnya.

Tidak itu saja aparat penegak hukum pun terkesan tidak netral atau berkecenderungan memihak. Akibatnya, tentu saja pihak yang dipojokkan berteriak-teriak bahkan menjerit karena kriminalisasi tersebut.

Tidak hanya penyidik dan penuntut umum yang bisa berkolabolasi mengondisikan suatu perkara. Tetapi bisa juga didukung (oknum) majelis hakim. Penanganan perkara pun menjadi tidak sebagaimana dikehendaki pencari keadilan. 

Hal semacam itu bisa terjadi dalam berbagai kasus. Termasuk pada kasus pembelian alat berat secara lunas oleh pengusaha tambang Arwan Koty dari PT Indotruck Utama (IU) yang akhirnya bermuara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. PT IU dituding belum menyerahkan alat berat itu sampai saat ini. 

      Saat istri terdakwa memberikan                  keterangan sebagai saksi a de charge

Kesan keberpihakan majelis hakim, terutama anggota Ahmad Sayuti SH MH, dikeluhkan istri terdakwa Arwan Koty, Finny Fong. Karena itu, saat bersaksi sebagai saksi a de charge atau meringankan Finny Fong memprotes anggota majelis hakim Ahmad Sayuti SH MH, yang dinilai menyudut dengan pertanyaan-pertanyaannya. Finny bahkan meminta diganti pertanyaan atau anggota majelis hakim lainnya yang mengajukan pertanyaan terhadapnya. 

"Bagi saya yang awam hukum, hakim itu wakil Tuhan, jadi posisinya netral, tidak memojok-pojokan satu pihak," ujar Finny dalam sidang lanjutan kasus dugaan laporan bohong dengan terdakwa Arwan Koty, suaminya, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2021).

Finny Fong menilai pertanyaan hakim anggota Ahmad Sayuti selain tidak relevan juga dinilai bukan demi kebenaran dan keadilan terkait kasus yang membelit suaminya Arwan Koty. Bahkan cenderung demi kepentingan pihak saksi pelapor/korban PT Indotruck Utama (IU). "Saya perhatikan pada sidang-sidang sebelumnya pun pertanyaan-pertanyaan Pak Hakim Ahmad Sayuti ini cari-cari celah untuk memojokkan kami. Coba apa relevansinya kalau ada perkara kami dengan pihak yang tak ada hubungan sama sekali dengan pidana yang tengah dihadapi suami saya," ujarnya.

Pengusaha tambang terdakwa Arwan Koty saat ikuti sidang

Arwan Koty diadili karena melaporkan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dilakukan PT IU terkait pembeliannya atas alat berat secara lunas namun tak kunjung diterimanya sampai saat ini. Hanya laporan itu berhenti sampai pada tahap penyelidikan. Pun demikian, PT IU tetap melaporkan balik Arwan Koty dengan sangkaan melakukan laporan bohong.

Menurut Finny Fong dalam kesaksiannya, pihaknya betul-betul belum pernah menerima penyerahan alat berat dari PT IU. Terbukti, kunci excavator tetap dalam penguasaan PT IU. 

Finny juga mengungkapkan bahwa saat proses hukum permasalahan pihaknya dengan PT IU, Irjen Pol Nana Sudjana, mantan Kapolda Metro Jaya sempat memberi petunjuk kepada pihaknya. Antara lain konfrontir dengan JPU Abdul Rauf terkait pasal 317 KUHP yang muncul setelah P21 (berkas perkara dinyatakan memenuhi syarat untuk disidangkan).

Mengenai isu yang berkembang menyebutkan bahwa Soleh Nurtjahyo sebagai orang Arwan Koty, dibantah Finny. Dia menyebut Soleh Nurtjahyo adalah rekanan PT IU. Tentang pengiriman alat berat disebutkan include ke satu unit excavator type EC 350D pembelian atau sesuai PJB atas nama Alfin, anaknya. 

Pihak PT IU disebutkan Finny sempat mengajak berdamai secara kekeluargaan dengan Alfin dan Arwan Koty. Namun akhirnya tidak kesampaian.

Finny menyebutkan pula bahwa Berita Acara Serah Terima (BAST) alat berat tidak sempurna dan dibawakan ke Jayapura untuk minta ditandatangani tanpa bisa melihat fisik dan pengecekan mesin. “Maka pada akhirnya tidak ada bukti tanda terima serah terima alat excavator yang ditandatangani oleh Arwan Koty, Alfin dan atau Finny Fong di Yard PT Indotruck Utama dan atau di Nabire. Tidak ada juga bukti surat kuasa kepada Soleh Nurtjahyo dan atau orang lain untuk mengambil alat excavator dan atau untuk mengirimkannya,” tegas Finny.

Tim penasihat hukum Arwan Koty menilai ada indikasi keberpihakan ditunjukkan majelis hakim saat menyidangkan perkara kliennya. Menurut Aristoteles Siahaan SH, majelis hakim bagai ikut arus penyidik dan jaksa penuntut umum hendak menjerat kliennya. Laporan Arwan Koty yang masih tahap penyelidikan sudah distop disebutkan tahap penyidikan. Dengan "penyulapan" tahapan itu menjadi ada "senjata" untuk menjerat terdakwa Arwan Koty. Kalau masih dalam tahap penyelidikan tentu saja belum ada pihak yang dirugikan mengingat belum ada ditetapkan tersangka terkait pengaduan Arwan ke Kepolisian tersebut.

Oleh karena itu, Aristoteles meminta majelis hakim membebaskan kliennya Arwan Koty dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum. “Kalau persidangannya fair play atau majelis hakimnya jujur, berimbang, menjunjung integritas dan hati nurani niscaya vonis bebas murnilah yang bakal diperolehnya dari majelis hakim,” ujar Aristoteles.

Bukan karena dirinya tim penasihat hukum Arwan Koty. Tetapi dikarenakan tiadanya indikasi pidana dilakukan Arwan Koty. Terdakwa duduk di kursi pesakitan diduga karena terjadi rekayasa dalam penyidikan kasusnya. “Kalau benar-benar demi keadilan dan kebenaran, terdakwa Arwan Koty seharusnya bebas murni,” tegas Aristoteles.***

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: