Program Perhutanan Sosial di Lingkungan Hutan Lindung Diduga Dimanfaatkan Para Broker Mencari Keuntungan

Share it:


Jakarta,(MediaTOR Online) - Program Perhutanan Sosial oleh Pemerintah ternyata dalam praktiknya, tidak tepat sasaran. Program yang dimaksudkan untuk memberdayakan perekonomian masyarakat di lingkungan hutan, banyak disalahgunakan gunakan oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Dari hasil investigasi, banyak ditemukan pengusaha/perorangan yang sudah menanam kebun kelapa sawit sejak 2014 di Kawasan Hutan Lindung, berlomba lomba mengajukan izin Pengelolaan Perhutanan Sosial yang mengatasnamakan Kelompok Tani Hutan.

    Dari penelusuran Society Corruption Imvestigation ( SCI ), sejak digulirkannya Program Pehutanan Sosial oleh Pemerintah beberapa tahun yang lalu, tak terhitung berapa banyak Kelompok Tani Hutan mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial.Setelah ditelusuri, kata Asmawi HS, Ketua Society Corruption Investigation (SCI), Kelompok Tani Hutan itu hanya kedok belaka alias kamuplase, akalan akalan. Sesungguhnya, yang mengajukan itu pengusaha/perorangan yang sudah menanam kebun sawit di Kawasan Hutan Lindung dengan jumlah ratusan hektare dan sudah bertahun tahun. Bahkan sudah menghasilkan. Nah, untuk melegalkan perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Lindung itu diajukan Proposal Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial yang akan menggarap kawasan hutan, yang mengatasnamakan petani Hutan.

      Dengan digulirkannya Program tersebut oleh Presiden, banyak oknum oknum yang menawarkan diri untuk mengurus Izin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oknum yang mengurus Izin itu bertindak sebagai broker dengan meminta imbalan ratusan juta rupiah.

     Menurut Asmawi, oknum yang bertindak sebagai broker itu, menggandeng Ketua Kelompok Tani Hutan,yang juga sebagai Pemilik Kebun Sawit membawa Proposal Permohonan Izin Perhutanan Sosial langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

       Sebagai tindak lanjut Pengajuan Permohonan Kelompok Tani Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup membentuk Tim Verifikasi Teknis yang terdiri dari beberapa unsur. Dari hasil Verifikasi Tim Teknis, sebagian besar Kelompok Tani Hutan yang mengajukan itu bukan berasal dari Desa setempat. Malah merupakan pekerja kebun. Selain itu, terdapat kebun sawit miilik perorangan,byang luasnya ratusan hektare. Catatan SCI, beberapa Permohonan Pengajuan Perhutanan Sosial, ditolak untuk dipertimbangkan oleh Tim Verifikasi. Dan ada juga dikeluarkan izinnya, meski berada di Kawasan Hutan Lindung.

      Di Sumatera Selatan, data yang diperoleh SCI, tahun 2021, sebanyak 58 Kelompok Tani Hutan yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial. Sedangkan di Kabupaten Banyuasin, 14 KTH yang mengajukan Permohonan. Setelah dilakukan Verifikasi tim Teknis dari berbagai unsur pada bulan Maret 2022, sesuai surat tugas dari Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada beberapa KTH yang dikeluarkan Izinnya dan ada beberapa KTH yang ditolak.

      Dari berbagai sumber yang dihimpun Tim SCI, sebetulnya pihak yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial itu pemilik kebun perorangan yang menggarap Hutan Lindung sejak lama dengan luas ratusan hektare. Kelompok Tani Hutan hanya kamuflase. Kelompok Tani Hutan Mulya Makmur yang berlokasi di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin, contohnya. Lahan tersebut sesungguhnya milik Jabai, H.Jemain. Kelompok Tani Hutan ini langsung diketuai Jabai.Setelah dilakukan Verifikasi Teknis oleh Tim Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari berbagai unsur, ternyata anggota Kelompok Tani Hutan Mulya Makmur bukan warga Bunga Karang, malah sebagai pekerja kebun milik Jabai. Dari Verifikasi itu juga, ternyata areal yang diajukan adalah Kawasan Hutan Lindung yang sudah ditanami Kelapa Sawit.

       Begitu juga Kelompok Tani Hutan Tunas Berkah,Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin,ternyata pemikik kebun H.Airi Delle Amir dengan luas ratusan hektare. Hal serupa juga terjadi pada KTH Tunas Agro Lestari yang terletak di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago.Ternyata pemilik kebun adalah Yasmin seorang Dosen sebuah Universitas di Palembang. Anehnya dalam Proposal Permohonan yang diajukan,Yasmin sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan.

     Menurut Asmawi, beberapa KTH yang mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial itu sesungguhnya hanya pinjam nama, kamuflase. Lahan yang diajukan ratusan hektare diduga merupakan lahan perorangan yang berada di Kawasan Hutan Lindung.

    Ternyata, Program Pemerintah untuk membantu Petani yang melakukan aktifitas di dekat Kawasan Hutan Lindung atau terlanjur menggarap Hutan Lindung,dimanpaatkan oknum oknum untuk meraup keuntungan. Disatu sisi, pemilik kebun yang menggarap Hutan Lindung, berupaya melegalkan usahanya dengan ikut Program Perhutanan Sosial,disisi lain ada oknum yang bertindak sebagai broker, yang nge-by pass langsung mengurus Perizinan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meraup rupiah. Akibatnya,  bukan hanya Pemilik Kebun yang menjadi korban, Pejabat Kehutanan, baik di Dinas Kehutanan Sumatera Selatan maupun Pejabat di UPTD KPH Wilayah menjadi korban fitnah." Padahal, yang mengeruk keuntungan,oknum broker," ujar Asmawi.

     Dalam waktu dekat ,SCI akan melakukan langkah langkah berupa Lapdu ke Aparat Penegak Hukum dan menyampaikan Rekomendasi ke Presiden untuk melakukan langkah langkah.(rd)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: