Penasihat Hukum Keluarga Brigadir Yosua Minta Dicekal Seluruh Ajudan Ferdy Sambo

Share it:

Jakarta, (MediaTOR Online) - Penasihat hukum keluarga Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, meminta penyidik Polri mencekal (cegah tangkal) tujuh  squad atau Aide de Camp (ADC) alias ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo.

Menurut Kamaruddin, pencekalan itu penting dilakukan. Sebab, diduga ada kemungkinan keterlibatan para ajudan tersebut. Terlebih setelah otopsi ulang dilakukan, Kamaruddin menduga keras Brigadir J adalah korban pembunuhan berencana.

advokat Kamarudin Simanjuntak


Dari beberapa saksi yang saya tanyai dan bukti-bukti digital, Kamaruddin menduga kasus ini adalah pembunuhan berencana. Dirinya meminta kepada penyidik untuk mencekal 7 squad Irjen Ferdy Sambo. "Termasuk siapa pun yang diduga terlibat," ujar Kamaruddin dalam tayangan live streaming di YouTube Hendro Firlesso, Minggu (31/7/2022).  

Pencekalan itu semakin penting untuk mencegah mereka melarikan diri ke luar negeri. “Jangan sampai setelah jadi tersangka mereka sudah ada di luar negeri. Karena itu, saya ingatkan jauh-jauh hari kepada penyidik. Terutama pak jenderal yang memimpin penyelidikan ini supaya mencekal orang-orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Brigadir J," harap Kamaruddin. 

Dia menilai apa yang dilakukan terkait dengan amanat dan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar kasus ini dapat diungkap secara transparan.

Mabes Polri belum diketahui apakah sudah mencekal 7 ajudan Ferdy Sambo atau belum. Pastinya diantaa anggota squad Ferdy Sambo tersebut masih terlihat saat diperiksa di Komnas HAM, Selasa (26/7/2022).

Dalam foto seluruh ajudan Ferdy Sambo yang memakai pakaian dinas upacara (PDU) tampak berdiri bersama 8 bersama Ferdy Sambo. Mereka antara lain; 1. Bharada Lumiu (Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E; 2. Bharatu P; 3.Briptu D; 4.Brigadir MM, 5. Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat Brigadir J (meninggal dunia); 6.Bripka R; 7.Brigadir ... (nama tidak jelas terlihat); 8. Bharada ... (nama tidak jelas terlihat).

Martin Lukas Simanjuntak, juga salah satu tim penasihat hukum keluarga almarhum Brigadir Yosua atau Brigadir J, secara terpisah mendorong Bareskrim Polri termasuk Kompolnas memeriksa pria berinisial D. Pria berinisial D ini yang diduga melakukan pengancaman terhadap Brigadir J. Ini berkaitan dengan statement 'Naik ke atas akan dihabisi' yang beredar belakangan.

"Pria yang memberikan ancaman, inisialnya D," ujar Martin Lukas Simanjuntak, Minggu (31/7/2022). Dari pria berinisial D ini, penyidik diharapkan dapat menelusuri tujuan dari dugaan ancaman yang disampaikan sebelum Brigadir J terbunuh. 

Martin Lukas Simanjuntak juga menegaskan bahwa selama ini pihaknya memberikan penjelasan terhadap kematian Brigadir J berdasarkan kondisi sebenarnya yang terjadi. Tidak ada unsur mengada-ada, apalagi membuat statement yang tidak mendasar. Ini dibuktikan dengan berkas yang berisi data dan foto yang telah diserahkan  ke Bareskrim Polri.

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih menunggu kehadiran Putri Chandrawathi, istri dari Ferdy Sambo guna proses asesmen permohonan perlindungan. Sampai ini, LPSK belum menerima informasi kapan istri Ferdy Sambo akan melakukan proses tersebut. "Kami serahkan kepada beliau kapan siap untuk memberikan keterangan," kata Ketua LPSK, Hasto Admojo, Senin (1/8/2022).

Hasto menjelaskan, pengajuan permohonan perlindungan bisa otomatis ditolak apabila dalam waktu satu bulan pemohon tidak melakukan proses asesmen. "Tiga puluh hari kerja sejak permohonan diajukan (14/7/2022), permohonan ditolak karena kita anggap tidak kooperatif," ujarnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bakal kembali memeriksa  ajudan dan asisten rumah tangga (ART) Irjen Pol Ferdy Sambo terkait pengusutan  tewasnya Brigadir J.  "Ajudan dan asisten rumah tangga FS (bakal diperiksa hari ini)," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Senin (1/8/2022).

Beka menyebut, ajudan dan ART Ferdy Sambo ini dijadwalkan untuk hadir di Gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, hari ini (Senin, 1/8/2022) sekitar pukul 10.00 WIB.

Komnas HAM juga bakal mendalami hasil uji balistik untuk mengetahui senjata yang dipakai saat baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J. “Soal balistik forensik, soal peluru, kami akan minta keterangan itu. Terus belum meneruskan soal Hp, terus hasil autopsi, kami harus nunggu tim gabungan, empat sampai delapan minggu lagi, tim forensik akan dipanggil," tuturnya.


Komnas HAM telah merampungkan sejumlah pemeriksaan dan mendapatkan beberapa fakta. Mulai dari Tim Forensik Polri yang dipimpin Kapusdokkes Polri, Irjen Pol Asep Hendradiana guna mendalami hasil autopsi jasad Brigadir J. Dalam pemeriksaan ini didapatkan salah satu bukti terkait insiden baku tembak Brigadir J dengan Bharada E. Salah satunya, soal karakteristik luka tembak yang berasal dari jarak dekat.


"Kalau dari karakter luka, jaraknya memang tidak terlalu jauh. Tetapi ada beberapa karakter jarak yang berbeda- beda. Itu dari hasil pendalaman kami," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, Selasa (26/7/2022).

Praktisi hukum Refly Harun mempertanyakan lamanya penyelidikan tewasnya Brigadir Yosua  di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022, yang sampai saat ini Kepolisian belum menetapkan tersangkanya. Refly menilai mudah saja mengungkap kasus tersebut. 

Dia menyebut dengan lamanya menyelidikan justru menimbulkan banyaknya spekulasi liar yang muncul di masyarakat.  "Kalau  tidak segera selesai, yang terjadi spekulasi-spekulasi liar," katanya lewat akun Youtubenya berjudul 'Terungkap! Irjen Ferdy Sambo Berlari ke rumah dinas, istri menangis keluar Rumah, yang tayang pada Minggu, 31 Juli 2022. 

Refly juga mengatakan bahwa sebenarnya yang perlu diselesaikan  dalam pemeriksaan-pemeriksaan tehadap tiga orang saja. Termasuk barang-barangnya, yaitu Bharada E, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo beserta alat komunikasi yang mereka gunakan. "Tak perlu ada scientific untuk menyatakan apakah matinya akibat penyiksaan atau tidak," ujarnya.

 Refly juga mengatakan bahwa penyiksaan menjadi tidak relevan.  "Mau disiksa, mau tidak disiksa, itu soal tidak relevan kalau kita bicara pembunuhan berencana," katanya.

Refly Harun berpendapat, untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua hanya perlu memastikan apakah ditembak oleh Bharada E karena membela diri, dan Bharada E sendiri mengatakan tidak hanya membela diri pasti, ketika Brigadir J tersungkur masih diembat (ditembak-red) juga. “Janganlah penyelidikan yang dilakukan terlalu melebar ke mana-mana.  Apakah ada yang menyebabkan Brigadir J dibunuh. Tidak perlu melebar disiksa atau tidak dan sebagainya," ujarnya.

Menurutnya ada tiga versi penyelidikan, yaitu menanggapi situasi ingin melecehkan, menanggapi Bharada E yang kebangetan, sudah tersungkur disikat lagi, atau emosi sesaat. "Kasus ini mudah pembuktiannya, kalau tidak ada ewuh pakewuh dan mudah sekali terungkap," ujarnya.

Warga masyarakat yang terus menerus mengikuti perkembangan pengusutan kasus tewasnya Brigadir Yosua juga merasa jenuh, kesal, bingung bahkan dipermainkan karena diduga ada yang ditutup-tutupi. “Seseorang tewas di satu rumah dengan sejumlah orang ada di tempat kejadian. Tewasnya akibat ditempat. Siapa penembaknya, senjata api siapa itu, kenapa sampai dipergunakan orang itu apabila bukan senjatanya. Apa motifnya, adakah actor intelektualnya?. Selesai terungkap sudah,” kata seorang praktisi hukum yang enggan disebut  jati dirinya.

“Apalagi”, katanya, “Bharada E, sudah mengakui sebagai penembak, ya dia dulu diperiksa intensif, betulkah hanya dia yang terlibat. Kalau ada yang lain, apa motif mereka, kalau ada yang nyuruh siapa yang nyuruh itu. Jadi tidak perlu bertele-tele dibawa ke mana-mana ceritanya,” ujarnya. (Wil)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: