Yayasan Kelima Melayani Penyalahgunaan Narkoba dan HIV-AIDS

Share it:

Bogor, (MediaTOR) - Belakangan ini, pengguna narkotika di Indonesia makin meningkat. Menurut hasil penelitian diperkirakan hingga tahun 2012 berkisar 5 juta orang. Umumnya, pengguna rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Dengan demikian peran serta masyarakat sangatlah penting dalam penanggulangan bahaya narkoba di tanah air.
Penyalahgunaan Narkotika dan Bahan Obat-obatan Berbahaya (Narkoba) menyebabkan seseorang kecanduan yang mengakibatkan pengguna Narkoba secara individu merugikan dirinya untuk menyosong masa depan sebagai anak bangsa. Untuk itu Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat (KELIMA) memberikan terobosan baru yang sangat berharga bagi kelangsungan masa depan pecandu narkoba diseluruh Indonesia, melalui Pelayanaan Penyalahgunaan Narkoba dan HIV-AIDS yang berbasis masyarakat.
Masalah penyalah gunaan narkoba merupakan masalah yang komplek, yang memerlukan upaya penanggulangan secara konperehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, peran serta masyarakat dan keluarga secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten.
Meskipun dalam dunia medis, sebagian besar golongan narkotika masih bermanfaat bagi pengobatan. Namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standard terapy terlebih lagi disertai peredaran dijalur illegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya pemerintah. Sebab, maraknya penggunaan narkotika bukan hanya di kota besar saja, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat social ekonomi menengah sampai tingkat atas. Dari data yang ada penyalahgunaan narkotika paling banyak berusia 15-27 tahun.
Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan penyalahgunaan terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Community Profil (Com Pro) KELIMA ini dibuat.
Awal berdirinya KELIMA, singkatan dari Kesatuan Peduli Masyarakat, dari sebuah organisasi masyarakat dengan nama Pondok Pelayanan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Masyarakat yang dibentuk tahun 2003 atas kerjasama Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta Bidang Prevensi dan Instalasi NAPZA Rumah Sakit Mahdi (RSMM) Bogor. Selanjutnya KELIMA dikukuhkan sebagai Yayasan berdasarkan Akta No.5 Notaris Kasir, SH pada tanggal, 2 Desember 2005.
Yayasan KELIMA menjalankan visi dan misi organisasi untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan Narkoba serta membantu Pemerintah dalam melayani kebutuhan masyarakat secara pro-aktif dengan mengembangkan metodologi tepat guna berbasis masyarakat, mengingat:
1. Upaya pencegahan yang telah berjalan belum efektif. Penegakan hukum yang masih lemah di Indonesia, sehingga penyalahgunaan narkoba semakin meningkat di semua strata masyarakat.
2. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah lebih ditekankan pada pendekatan represif dan penyuluhan sebagai paradigma lama (pendekatan moral-legal) yang tidak efektif. Pemerintah belum mampu menangani seluruh permasalahan di masyarakat. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa alokasi dan penggunaan dana yang bersumber dari kantong masyarakat pun menjadi tidak tepat guna dan tidak efisien.
3. Jumlah sarana pelayanan terapy/rehabilitasi milik pemerintah dan swasta sangat jauh dari memadai (terbatas) jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat dengan tingkat kekambuhan mencapai 70% dan biaya perawatan yang mahal. Sehingga sebagian besar (90%) pecandu ada dimasyarakat termarginalisasi (tersisihkan) dari sarana pelayanan milik pemerintah dan swasta yang ada sekarang.
4. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sering kurang tepat sasaran serta program proyek pemerintah yang bersifat top-down dan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang di lapangan.
Dengan segala ketulusan, kehadiran Yayasan KELIMA yang berbasis pada kekuatan masyarakat Indonesia, dimana pun, kami berharap para pecandu yang termarjinalisasi mendapat tempat. Untuk memperoleh pembinaan dan pengobatan hingga lahir kembali menjadi anak bangsa dengan kekuatan yang besar untuk meraih impian indah di masa depannya kelak. Ujar Batius SE, Ketua Umum Yayasan KELIMA kepada Wartawan di Mega Mendung belum lama ini.
Ketidakpahaman masyarakat, khususnya para korban narkotika dan obat terlarang terhadap mekanisme pidana narkoba, berdampak hilangnya hak seseorang dalam mendapatkan keadilan. Demikian salah satu paparan Kepala Bidang Medis, Yayasan Kelima, Dr Bambang Purnama Alam pada sosialisasi pidana narkotika di tempat yang sama.
Menurut Bambang, selama masyarakat atau korban narkoba belum memahami perbedaan antar pemakai, pengedar, serta pemilik barang haram itu, mereka akan kerap kehilangan hak selaku warga negara dalam mendapatkan perlindungan, termasuk kehilangan kesempatan untuk direhabilitasi. Sedangkan jika seseorang sudah terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, sebaiknya didampingi, dikawal bahkan direhabilitasi hingga sembuh total. Bukan sebaliknya begitu mudah dijebloskan ke terali besi, tandas Bambang.
Sementara itu salah seorang konselor Yayasan KELIMA Dr Lidya Harlina, mengatakan sangat tidak setuju apabila masyarakat menghindar bahkan tidak memberikan ruang lingkup kepada para mantan serta pencandu obat –obat terlarang itu. Oleh karena itu dia berharap melalui sosialisasi serta pelatihan kepada kader muda, digelar sekitar 100 orang kader muda dan para mantan pemakai narkoba bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat, Terlebih peran serta masyarakat sangatlah penting dalam penanggulangan bahaya narkoba di tanah air.
Dengan sosialisasi Undang-Undang Pidana Narkoba, kedepan masyarakat mempunyai hak, tanggung jawab dan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahaan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Jumlah pengguna narkotika di Indonesia hingga tahun 2012 berkisar 5 juta orang. (URIP)
Share it:

Bodetabek

Post A Comment:

0 comments: