Kebijakan Pemerintah Makin Tidak Pro-Rakyat

Share it:
(MediaTOR) Online - Pergantian kepemimpinan di republik ini, belum tentu menjamin perubahan nasib pada rakyat. Bahkan, tak jarang kebijakan yang ditelurkan sebaliknya terkesan menindas dan tidak pro rakyat. Buktinya, belum lenyap kerisauan rakyat terkait dengan kenaikan harga BBM, kini wong cilik bakal kian sengsara dengan adanya wacana penghapusan premium. 
“Rupanya sudah menjadi suratan takdir bahwasanya kalau nasib mereka memang harus selalu tertindas. berbagai kebijakan  pemerintah belakangan ini memang terkesan tidak pro rakyat. Kalau kebijakan memihak rakyat tentu tidak akan menyengsarakan rakyatnya. Jangan mementingkan diri sendiri atau kelompoknya ,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) National Coruption Watch (NCW) C. Heri SL, menanggapi wacana pemerintah yang bakal menghapus premium dan mengganti dengan Ron 92 yang setara dengan Pertamax.
Sementara itu, menurut Firdaus SH MH, praktisi politik yang juga advokat ibukota, lebih ironis lagi, , pembentukan Tim Pemberantasan Mafia Migas dimaksudkan membenahi tata kelola Migas di Indonesia. “Faktanya, belum jelas hasil kerjanya, justru mereka menyarankan menghapus premium dan menggantinya dengan jenis BBM yang lebih mahal. Ini kan jelas tidak sesuai Tupoksinya,” tandas Firdaus kepada MediaTOR.
Semua tahu bahwa harga minyak dunia makin turun. Seharusnya pemerintah menurunkan harga minyak, bukan mencari-cari alasan yang tidak jelas. “Tadinya, harga minyak dinaikkan dengan dalih harga tidak sesuai dengan harga minyak dunia. Lantas, apa tujuannya, kalau kebijakan pemerintah seperti ini,” tegasnya.
Rakyat Dikorbankan
Tanggapan senada juga diungkapkan Ketua Umum LSM Indonesia Corruption Investigation (ICI) Helmy Thaher. Rencana pemerintah menghapus premium dan menggantinya dengan RON 92 sebenarnya adalah hak pemerintah. “Namun dampaknya  sangat luar biasa, dikarenakan saat ini, ekonomi rakyat  makin terhimpit, imbas dari kenaikan harga BBM. Belum lagi, awal tahun akan ada kenaikan tarif listrik, kenaikan harga gas. Penderitaan rakyat makin kelam. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro rakyat, jangan sebaliknya,” kilah Helmy kepada MediaTOR, belum lama ini.
Sebagaimana, dilansir berbagai media, Tim Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera beralih dari bensin RON 88 ke Mogas 92 atau setara dengan Pertamax. Karena Indonesia menjadi negara tunggal pembeli RON 88 dengan volume jauh lebih besar dibandingkan dengan transaksi Mogas 92 di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri, dengan penghapusan Premium, berarti menyediakan pilihan lebih baik bagi rakyat. “Akan berdampak baik pula bagi perekonomian dalam bentuk eksternalitas positif. Sehingga bisa mengkalibrasi kenaikan ongkos pengadaan dan impor BBM tertentu akibat peningkatan kualitas BBM,” jelas Faisal Basri di Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu, 21 Desember 2014, lalu.
Meskipun, diakui di AS masih menggunakan RON 88, namun timnya mempunyai argumen tersendiri, yakni semakin tinggi RON maka efiesinsi penggunaan bahan bakar semakin meningkat, kalau bisa meningkatkan efisensi kenapa tidak pilih.
“Terakhir, perubahan kebijakan dapat diterapkan pada kondisi kapasitas dan kualitas infrastruktur kilang BBM yang ada di dalam negeri,” ucapnya. (RoL/TNc/Or/ST/Yhy/TS)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: