Presiden Joko Widodo Terkesan “Galau”

Share it:
Memang tak mudah menjadi orang nomor satu di negeri sebesar Republik ini. Buktinya, Joko Widodo (Jokowi), yang konon Presiden pilihan rakyat, di usia 100 hari pemerintahannya terkesan “galau”. Kerikil tajam dalam sepatu Jokowi terkait calon Kapolri yang diusung partai politik pendukungnya sendiri. Akibatnya, dia terkesan bingung menentukan sikap. 
Jakarta,(MediaTOR)
“Terkait penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, kini bagaikan kerikil tajam dalam sepatu. Jokowi terkesan “galau”. Pasalnya, calon tersebut diusung partai politik pendukungnya sendiri,” ujar Supandi SH, aktifis politik yang juga advokat ibukota tersebut kepada MediaTOR, baru-baru ini. 

Seharusnya setelah menjadi Kepala Negara, Jokowi bersikap tegas dalam  menentukan sikap. “Jokowi jangan mengingkari janji-janji yang diumbar saat kampanye. Rakyat belum lupa. Kalau dia menunjuk Kapolri yang sudah memiliki catatan merah, tentu rakyat akan meragukan kinerjanya dalam penegakan hukum,” tandas Helmy Thaher, Ketua Kordinator Badan Pekerja LSM Indonesian Corruption Investigation (ICI), kepada MediaTOR mengomentari kegamangan Presiden Jokowi dalam penunjukkan Kapolri baru.

Tanggapan senada juga diungkapkan C.Herry SL, Ketua DPW Nasional Corruption Wacth (NCW) DKI Jakarta. “Setelah menjadi Presiden, Jokowi menjadi milik rakyat, pemimpin bangsa. Dengan demikian dia berdiri di atas semua golongan. Dia tidak boleh bingung. Dalam mengambil keputusan dia harus tegas, jangan mudah diintervensi,”  tegas C. Heri, yang juga pengamat politik nasional, kepada MediaTOR, di ruang kerjanya, belum lama ini.

Terkait kegalauan Jokowi dalam menentukan calon Kapolri, menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Monitoring Nasional Penegakan Hukum (DPP LMNP) Indonesia Marajo Eleon Hutagaol SH MM, Presiden jangan terpengaruh golongan tertentu. “Meskipun Jokowi, “ditekan” parpol pendukungnya sendiri, dia tetap harus mengedepankan kepentingan bangsa. Meskipun hal itu ibarat buah si malakama,” kilah Marajo, yang juga aktifis politik dan advokat ibukota tersebut kepada MediaTOR.

“Dalam hal ini, sikap kenegarawan seorang Jokowi, selaku Presiden harus dibuktikan. Meskipun Jokowi, terkesan diintervensi parpol pendukungnya sendiri, dia tetap harus independent dengan mengedepankan kepentingan bangsa. Meskipun hal itu menjadi dilema,” imbuh Hasudungan S.SH, Direktur Eksekutif DPP Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Indonesia Anti Korupsi (LSM GIAK), kepada MediaTOR.

Minta Saran?
Langkah Presiden Joko Widodo berkunjung ke kediaman lawan politiknya pada pemilihan presiden 2014, Prabowo Subianto tak lepas dari sikap kecewa presiden terhadap para pembisiknya selama ini. Peneliti politik dari Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Harris menilai kunjungan tersebut adalah meminta sokongan politik.

“Sepertinya Jokowi ini sudah kecewa dengan Megawati (Soekrnoputri) dan PDI (Perjuangan), terutama sama partai-partai (pengusung) yang lain juga sepertinya,” kata Syamsuddin saat dihubungi, Kamis (29/1). 

Menurut dia, meminta pandangan dan pendapat ke pemimpin Koalisi Merah Putih (KMP) adalah cara Jokowi menunjukkan kekecewaannya. Syamsuddin menilai, sikap Jokowi masih terkait dengan paksaan politik untuk melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Paksaan itu, kata dia, berasal dari partai yang mengantarkan Jokowi ke Istana selama ini.
Desakan untuk menggagalkan Budi sebagai Kapolri juga muncul dari masyarakat pengusungnya. Karena itu, menurut Syamsuddin ada dilema bagi Jokowi dalam mencari solusi bagi jenderal bintang tiga itu.

Tak Berujung
Sementara itu, Komaruddin Hidayat, cendekiawan muslim yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia, mempertanyakan siapakah yang mengelola pemerintahan saat ini seiring dengan konflik KPK-Polri yang tak berujung.

Menurutnya, saat Orde Baru pemerintah sangat jelas, yakni Presiden Soeharto yang langsung turun tangan menyelesaikan masalah.

“Dulu yg namanya Pemerintah itu ya Pak Harto. Sekarang ini gak jelas siapa sesungguhnya pemerintah yg benar2 efektif memerintah,” tulisnya di akun Twitter @komaruddin_hidayat, Selasa (27/1/2015).

Dia menggambarkan pada kala itu ribut politik biasa terjadi, tetapi karena kualitas hidup masih rendah, sehingga masyarakat tidak terlalu merespons isu politik.
“Ribut2 politik sdh biasa berlangsung dri dulu. Cuma, dulu kita tdk tahu & standar hidup masyarakat masih rendah.Tdk banyak terpengaruh,” tuturnya.

Namun, dia pun memberikan semangat kepada semua pihak bahwa orang besar lahir dari situasi krisis.

“Krisis sosial politik akan mematangkan mereka yg punya talenta strong n smart leader,” ujarnya.
Kisruh antara KPK dan Polri sudah berjalan sudah lebih dari satu pekan. Namun, saat ini masih belum ada ujung penyelesaian. Pemerintah saat ini membentuk tim independen untuk menyelesaikan masalah.(St/As/Bc/Rep/Kc)

Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: