Penanganan Korupsi Kini Pilih Tebang

Share it:
Jakarta,(MediaTOR) - Menyimak memanasnya perseteruan antara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan versus Brigjen Aris Budiman membuktikan adanya friksi-friksi ditubuh lembaga anti rasuah tersebut. Friksi-friksi tentunya ditunggangi berbagai kepentingan, baik golongan atau pribadi. Akibatnya, kuat dugaan, penanangan pemberantasan korupsi tidak lagi tebang pilih, tetapi pilih tebang.
     Hal ini dikemukakan Firdaus SH MH, advokat senior, penggiat anti korupsi, dan aktifis politik kepada MediaTOR baru-baru ini terkait persoalan yang mendera KPK tersebut.
    Diungkapkan, kinerja lembaga antikorupsi tersebut kini lebih terkesan mengusung kepentingan golongan tertentu. “Komisioner KPK yang sekarang cenderung lebih dekat pada kekuasaan. Apalagi Agus Raharjo adalah pendiri sekaligus Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sejak tahun 2010. Lembaga yang menangani pengadaan proyek e-KTP, yang kini menjadi mega skandal korupsi. Sehingga berpotensi ada konflik kepentingan terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tersebut,” ujar Firdaus lagi.
       Sementara ittu, Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto buka suara terkait dengan serangan-serangan yang terus menimpa KPK. Ia bahkan menyebutkan lembaga antirasuah itu sudah mendapatkan tekanan sejak awal berdiri, agar menjadi lemah dan terancam bubar.
    "Sejak awal lembaga antikorupsi ini dibuat tidak berdaya, KPK juga terus diintai, sakaratul maut, " ujar Bambang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa, pekan lalu.. 
    Hal itu disampaikan Bambang saat memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh Pemohon dalam sidang uji materi UU MD3 terkait dengan hak angket oleh DPR untuk KPK.
     Sebagai lembaga antikorupsi, lanjut Bambang, KPK tidak didukung dengan sarana dan prasaran yang memadai, bahkan sering menerima teror berupa ancaman.
   "Pegawai KPK juga beberapa kali menerima teror, sampai muncul pansus angket ini," ungkap Bambang dikutip dari Antara.
     Bambang bahkan mengungkapkan, sejak kepemimpinan Presiden Soekarno sudah ada berbagai upaya untuk membubarkan lembaga antikorupsi.
  "Sebelum KPK berdiri, sudah banyak lembaga antikorupsi yang pernah didirikan tapi tidak pernah bertahan lebih dari dua hingga tiga tahun," ungkap Bambang.
    Lembaga antikorupsi di masa kepemimpinan Presiden Soekarno, kata Bambang, bernama Badan Pengawas Aparatur Negara yang tiba-tiba dibubarkan karena gencar menyelidiki pembangunan Stadion Senayan yang saat ini bernama Stadion Gelora Bung Karno.
    Sementara di masa orde baru, lanjutnya, lembaga antirasuah juga dibentuk dengan nama Komisi Empat, namun kewenangan komisi ini untuk memberantas kasus korupsi juga diberangus.
   "Apakah KPK akan mengalami nasib yang sama, kami berharap hal itu tidak terjadi," pungkas Bambang.(MST/TS/L6C/Ant)



Share it:

Nasional

Post A Comment:

0 comments: