Mantan Juru Sita Heran, Tidak Ikut & Tak Tahu Pengangkatan Sita Tapi Tandatangannya Ada Di Berita Acara

Share it:

Jakarta,(MediaTOR Online) -  Pensiunan juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Sarman, memberikan keterangan sebagai saksi fakta dalam kasus penguasaan rumah diduga secara melawan hak oleh Herman Yusuf di PN Jakarta, Selasa (24/5/2022). Sarman menyebutkan bahwa tandatangan dalam Berita Acara Pengangkatan Sita Jaminan No 24/Eks/2017/PN.Jkt.Utr bukanlah tandatangannya walaupun sepintas tampak mirip. 

"Saya tidak pernah membubuhkan tandatangan di Berita Acara Pengangkatan Sita Jaminan itu. Tidak seperti itu pula tandatangan saya," kata Sarman dalam sidang pimpinan majelis hakim Agung Purbantoro SH MH, di PN Jakarta Utara, Selasa (24/5/2022). 

      mantan juru sita PN Jakarta Utara,            Sarman, saat beri keterangan sebagai        saksi fakta dalam sidang di                          pengadilan setempat, Selasa                        (24/5/2022)


Selain menyatakan bukan tandatangannya, Sarman juga menyebutkan dirinya kala masih bertugas bukan di tim juru sita Nanik Rosida SH MH dan juru sita Didik Ika Karana, yang melaksanakan pengangkatan sita tersebut. "Saya pun tidak pernah hadir di obyek rumah yang diangkatan sitanya di perumahan Sunter Bisma 14 Blok C13 No 5 RT 11/RW 09 Kelurahan Papanggo, Kec Tanjung Priok, Jakarta Utara. Saya bahkan tidak tahu menahu urusan ini,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan penasihat hukum Herman Yusuf, Aidi Johan SH MH, Sarman menyebutkan bahwa Berita Acara Pengangkatan Sita Jaminan No 24/Eks/2017/PN.Jkt.Utr tidak sah kalau tidak mau dikatakan palsu atau cacat hukum. Mendengar pertanyaan dan jawaban itu, Ketua Majelis Hakim Agung Purwantoro mengingatkan pembela bahwa Sarman bukan saksi ahli, melainkan saki fakta. Oleh karenanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan jangan mengundang jawaban berpendapat dari saksi fakta tersebut.

Sarman lebih lanjut menyebutkan, kalau berita acara pengangkatan sita jaminan yang sah, selain harus dihadiri para juru sita pengangkat sitanya di lokasi harus pula dihadiri aparat pemerintah setempat. Tidak bisa hanya sekedar distempel saja oleh instansi terkait tanpa ada aparat atau pejabatnya yang bertanggung jawab. “Ini hanya distempel Kelurahan Papanggo dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara, jadi  tidak sesuai prosedur baku pengangkatan sita jaminan,” kata Sarman menjelaskan cara-cara pengangkatan sita jaminan atas suatu obyek (perkara) berdasarkan pengalamannya.

Satu unit rumah di perumahan Sunter Bisma yang tadinya mau dibeli Herman Yusuf dari Soeseno Halim - sempat di-DP bahkan dicicil beberapa kali dan direnov menelan biaya ratusan juta rupiah - akhirnya dibeli sendiri oleh Soeseno Halim. Namun karena rumah sudah ditempati Herman Yusuf selama puluhan tahun, akhirnya terjadi persengketaan diantara mereka. Herman Yusuf sebelumnya dipidanakan Soeseno melanggar pasal 167 KUHP namun Herman dilepaskan hakim. Soeseno kemudian mengajukan gugatan hingga majelis hakim memutuskan Soeseno mengembalikan uang DP, cicilan dan biaya renov. Herman akhirnya mengambil uang tersebut walau sempat dikonsinyasikan di PN Jakarta Utara.

Persoalan tidak selesai karena yang meletakkan sita atas seunit rumah yang dipersengketakan tersebut adalah Herman. Soeseno sendiri disebut-sebut pernah mengajukan permohonan sita namun ditolak pengadilan. 

Aidi Johan menyebutkan nomor pada Berita Acara Pengangkatan Sita Jaminan (No.24/Eks/2017/PN.Jkt.Utr) bukanlah nomor sesuai peruntukannya. Dia mengatakan nomor tersebut untuk sita eksekusi.   

Sebelumnya ahli hukum perdata Dr Aning SH MH yang dihadirkan JPU Dyofa Yudistira SH MH mengakui bahwa terhadap dirinya tidak pernah diperlihatkan penyidik surat pengangkatan sita jaminan. Hal itu terjadi karena alat bukti berupa surat penetapan pengangkatan sita jaminan terhadap objek sengketa tidak terlampir dalam berkas perkara sebagai barang bukti. JPU sendiri mengakui yang terlampir dalam BAP penyidikan hanya berita acara eksekusi, tidak ada bukti penetapan pengangkatan sita jaminan.

Mendengar itu, Agung Purbantoro menanyakan apa saja yang disita penyidik dalam perkara ini, apakah ada berkas perkara terlampir Surat Penetapan Pengangkatan Sita Jaminan. JPU menjawab, yang ada terlampir dalam berkas hanya fotokopi berita acara eksekusi.

Aning menyebutkan, akhir dari putusan perdata adalah eksekusi dan untuk mengeksekusi suatu objek perkara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) adalah pihak yang menang harus mengajukan permohonan  pelaksanaan eksekusi ke pengadilan. Eksekusi tidak perlu dilakukan jika pihak yang merasa kalah dengan sukarela menyerahkan objek yang akan dieksekusi tersebut.  “Namun jika tidak mau menyerahkan objek perkaranya, maka bisa melaksanakan gugatan perdata kembali atau melakukan somasi dan perdamaian,” ucapnya.

Sebagai syarat dalam pelaksanaan eksekusi yang dilampirkan adalah, yang pertama mengajukan permohonan eksekusi ke ketua Pengadilan, setelah disetujui apabila sebelumnya diletakkan sita jaminan oleh pihak bersengketa maka harus diangkat dulu sita jaminannyanya.

Menjawab pertanyaan penasehat hukum  Aidi Johan, siapa yang seharusnya berhak mengangkat sita jaminan suatu objek perkara  apakah yang meletakkan sita itu atau boleh pihak lain. Apakah berita acara pengangkatan sita jaminan harus ditandatangani kedua belah pihak bersengketa, dan apakah petugas juru sita pengadilan yang diperintahkan pengadilan harus datang ke tempat objek perkara, untuk mengangkat sita jaminan tersebut. Ahli berpendapat; “yang mengangkat sita jaminan bisa pemohon yang berhubungan langsung dengan sengketa perkara tanpa pengangkatan sita dari pihak yang meletakkan sita sebelumnya. Namun  berita acara sita jaminan harus ditandatangani kedua pihak yang berperkara. Jika tidak ditandatangani maka menurut Ahli berita acara pengangkatan sita nya tidak sah. 

Petugas pengadilan atau juru sita yang diperintahkan pengadilan harus datang ke lokasi objek perkara. Menurut ahli, pihak yang bersengketa  harus ada di lokasi obyek perkara dihadiri RT atau RW, aparat pemerintah dan ditandatangani para pihak berita acara pengangkatan sita jaminan tersebut.

Berdasarkan pengakuan terdakwa Herman Yusuf sampai saat ini dirinya belum menandatangani pengangkatan sita jaminan atas objek sengketa satu unit rumah tersebut yang kini didiaminya. Karena itu, dia menduga berita pengangkatan sita jaminan yang dilampirkan dalam BAP dan dijadikan alat bukti di persidangan merupakan alat bukti yang tidak sah atau cacat hukum. “Jaksa telah memaksakan diri mendakwa klien saya,” kata Aidi Johan.

Alasan Aidi Johan, alat bukti atau bukti-bukti terkait perkara ini diantaranya berupa putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga perkara yang tengah digelar saat ini menjadi nebis in idem. Kenapa tidak, karena perkara ini sudah pernah disidangkan dan dituntut JPU Kejari Jakarta Utara, Pasal 167 KUHP sama dengan perkara saat ini Pasal 167 KUHP di PN Jakarta Utara, objek perkara sama serta pelapornya yang sama dan perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap pula.***

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: