Load More
Trendy Right Now

Popular Posts

Arsip

Salam Redaksi

Mengejar Mimpi !

Meskipun pemerintahan Jokowi-JK telah berjalan selama tujuh bulan, namun keseriusan terhadap pemberantasan korupsi diragukan masyarakat. Hal ini terindikasi dengan melihat sikap politik Jokowi terhadap dinamika hukum di Indonesia, salah satunya adalah polemik yang terus menerus dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Siti Zuhro peneliti senior bidang politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jokowi bukan pemimpin yang kontra KPK. Namun hal-hal yang terjadi dalam 7 bulan terhadap KPK sejak kepemimpinan Jokowi ‎memunculkan kepercayaan publik yang menurun.
Dalam kritiknya, Zuhro menilai Jokowi belum menunjukkan ketegasannya terhadap persoalan hukum yang terus memasuki babak baru. Dalam kacamata politik, peristiwa hukum tersebut membuat masyarakat sadar hukum di Indonesia perlu perhatian pemerintah. Adanya konflik antar lembaga penegak hukum berkepanjangan. Itu, menjadi penyebab tergerusnya public trust.
Belum lama ini, Hakim tunggal Haswandi yang memimpin jalannya sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK.
Dalam pertimbangannya, Haswandi menyatakan proses penyelidikan, penyidikan, dan penyitaan KPK tak sah karena penyelidik dan penyidik komisi antikorupsi ilegal.
Putusan itu bagaikan pukulan "maut" terhadap KPK karena berkaitan dengan perkara yang lain. Pelaksana tugas Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, menilai putusan Haswandi aneh karena berarti mempersoalkan 371 kasus yang ditangani KPK sejak 2004. Padahal sebagian besar kasus itu sudah berkekuatan hukum tetap setelah diputuskan di Mahkamah Agung.
Anggota Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh, berpandangan serupa. Menurut Imam, putusan Haswandi, yang juga menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berlawanan dengan hakim agung di Kamar Pidana Mahkamah Agung.
Ditegaskan Imam, kalau seluruh hakim berpikiran seperti ini, bisa bahaya, pemberantasan korupsi semakin gelap.
Nampaknya, harus diakui sejak sejak kepemimpinan Jokowi, pemberantasan korupsi semakin jauh dari harapan. Bahkan, dari semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara makin tidak prorakyat.
Kini manajemen pemerintahan makin carut marut, makin bias. Sementara hingar bingar pencitraan terkesan makin dikedepankan. Dan, akhirnya, rakyat jugalah yang menjadi korban. Nampaknya, sebagai wong cilik, sebagai rakyat, marilah kita mengejar mimpi. Jadi pemimpi di siang hari!(rd)

(rd)
Navigation
Home Opini Ini yang Membuat Kesejahteraan Petani Meningkat?
Opini

Ini yang Membuat Kesejahteraan Petani Meningkat?

20.09.00
Share it:
Oleh : Ni Luh Evendia Andini







Berbicara mengenai pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Sektor pertanian menjanjikan karena semakin banyak pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan, tentu tidak akan terlepas dari sektor pertanian yang memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini tentu tidak lepas juga dari tingkat kesejahteraan petani yang dapat dilihat dari besarnya Nilai Tukar Petani atau yang dikenal sebagai NTP 
Secara Umum, NTP merupakan indikator rasio indeks harga yang diterima oleh petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani dalam suatu nilai persentase. Nilai Tukar Pertani juga memiliki manfaat sebagai tolak ukur kemampuan tukar produk yang dijual dari petani dengan berbagai produk yang dibutuhkan dalam segala produksi dan konsumsi rumah tangga. Tujuan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat atau dalam hal ini para petani. Namun, apakah petani di Indonesia sejahtera?
Berdasarkan publikasi BPS “Perkembangan dan Nilai Tukar Tani dan Harga Produsen Gabah” di Berita Resmi Statistik pada bulan Oktober 2019. NTP nasional September 2019 sebesar 103,88 atau naik 0,63 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,14 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) turun sebesar 0,49 persen dan kenaikan NTP tersebut disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian mengalami peningkatan, sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan. Pada September 2019, NTP Provinsi Jambi mengalami kenaikan tertinggi (2,27 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Maluku Utara mengalami penurunan terbesar (1,56 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.
Dari data yang dijelaskan sebelumnya sudah dapat mengatakan bahwa Indonesia semakin kuat tingkat/ kemampuan daya beli petani dan menunjukan adanya peningkatan kesejahteraan petani. NTP ini menunjukkan arah pembangunan sektor pertanian sudah tepat.
Kementan akan terus mendukung untuk peningkatan produksi serta kesejahteraan petani dan kebijakan maupun program yang dibuat akan berpihak kepada petani demi meningkatkan NTP.**

(Catatan:Penulis adalah Mahasiswa Politeknik Statistika STIS)









Tags: Opini
Share it:

Opini

Post A Comment:

0 comments:

Langganan: Posting Komentar (Atom)