Advokat Haposan Situmorang Ajukan Pra Peradilan karena Dituduh Bikin Pengaduan Palsu

Share it:



Jakarta,(MediaTOR Online) - Penegakan keadilan di negeri ini, masih butuh proses yang panjang. Tak jarang, suatu kebenaran bisa jadi sebaliknya di mata hukum. Sungguh ironis. 

Seperti halnya yang dialami seorang advokat ibukota yang satu ini. Meski disebutnya sebagai risiko menjalani profesi sebagai advokat (pengacara), Nora Haposan Situmorang SH MH, mengaku tak gentar apa yang dihadapinya saat ini. Manakala dirinya baik secara prosedur hukum maupun sikap humanis ingin membela kliennya, Umroh binti Djana (ibu) dan Gonis (anak), justru diserang balik karena dituduh bikin pengaduan palsu.

Akibat lain yang datang dari pihak lawan kliennya tersebut, malah melaporkan balik Nora Haposan Situmorang ke polisi. Bahkan saat ini statusnya sudah menjadi tersangka. Karena itu, pihaknya mengajukan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, agar permohonan bebas dari status tersangka diterima oleh Hakim dalam sidang Senin (13/12/2021) mendatang.

Advokat Nora Haposan Situmorang tak hanya mengajukan permohonan sidang Pra Peradilan. Bahkan demi mendapatkan perlindungan hukum serta penegakan hukum, pihaknya juga melayangkan surat atau melaporkan kasus yang dihadapi itu ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo M.Si, Kamis (9/12/2021) kemarin.

Dalam surat laporannya kepada Kapolri, Haposan berharap yang pertama agar diterima permohonan ini untuk seluruhnya. Kedua mohon perlindungan hukum dari tindakan diskriminatif, kriminalisasi atas pemohon yang dilakukan oleh oknum anggota aparat penegak hukum. Ketiga agar memerintahkan Kapolda Metro Jaya cq Dirreskrimum Polda Metro Jaya untuk melaksanakan Peraturan Kapolri No.6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, terhadap, sebagai berikut.

Baik untuk melanjutkan tahap 2 Laporan Polisi Nomor: LP/634/K/IV/2020/Res JT, tanggal 7 April 2020; Tersangka Rudi Purba SH guna proses hukum selanjutnya oleh Kejaksaan sebagai Penuntut Umum maupun untuk melakukan proses pemeriksaan atas Laporan Polisi, Nomor: TBL/563/II/YAN.2.5/2021/SKPT PMJ, tanggal 1 Pebruari 2021.

Sedangkan keempat untuk membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan, Nomor: SPPP/56/IV/2021/ Reskrim, tanggal 26 April 2021; atas Laporan Polisi Nomor: TBL/519/1/YAN.2.5/2021/SKPT.PMJ. tanggal 28 Januari 2021.

Kelima yaitu merintahkan Kabareskrim Polri untuk melakukan gelar perkara atas Laporan Polisi Nomor: TBL/519/1/YAN.2.5/2021/SPKT. PMJ, tanggal 28 Januari 2021 dengan maksud untuk melakukan pemeriksaan kembali atas Laporan Polisi yang dimaksud.

Keenam dengan memerintahkan Kapolda Metro Jaya cq Dirreskrimum Polda Metro Jaya untuk mentaati dan untuk terhadap : Ketentuan Pasal 5 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, ketentuan Pasal 16 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan Makhamah Konstitusi No.26/PUU/XI/2013. Yakni dengan membatalkan Penetapan diri Pemohon sebagai tersangka serta menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas Laporan Polisi Nomor: LP/1341/III/YAN.2.5/SPKT PMJ, tanggal 10 Maret 2021.

"Inilah kondisi sebenarnya yang harus saya hadapi. Manakala saya sebagai kuasa hukum tengah berjuang membela klien, Umroh binti Djana (ibu) dan Gonis (anak) atas hak kepemilikan tanah seluas 6.270.M2 dengan bukti Hak Girik C 441, Persil 1. Blok S.1 sebagaimana terdaftar dalam buku C Desa/Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, saya justru mengalami tindakan diskriminatif atau kriminalisasi," tutur Haposan kepada sejumlah awak media,  Kamis (9/12/2021) malam di Jakarta.

Haposan pun menceritakan detail dirinya menjadi kuasa hukum yang sah dari Umroh binti Djana karena kondisi mentalnya yang tak cakap (cacat fisik dan tidak punya kemampuan untuk berpikir), sejak 2008 silam. Sedangkan terkait kepemilikan bidang tanah atas nama Umroh binti Djana dikuatkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebagaimana dalam perkara Nomor: 322/Pdt. G/2008/PN Jak Tim.

Menurutnya bahwa tanah Umroh binti Djana yang seluas 6270 M2 itu, juga diklaim banyak orang. Namun tanah seluas 5017 M2 dari 6270 M2 bidang kepunyaan Umroh dibebaskan oleh Pemerintah guna keperluan proyek Banjir Kanal Timur (BKT). Dan, ganti rugi atas pembebasan tanah dimaksud dikonsinyasikan di PN Jaktim oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) proyek BKT. Sedangkan untuk total ganti rugi adalah sebesar Rp 7.775.346.600.

"Herannya, meski ibu Umroh sebagai pemilik tanah dan diperkuat bukti kepemilikan sah serta diperkuat oleh keputusan

PN Jaktim, tapi hanya mendapat bagian sebesar Rp 1 miliar. Selebihnya, justru dinikmati para pihak yang juga mengklaim sebagai pemilik, padahal berdasarkan bukti-bukti non identik alias palsu," jelas Haposan, panjang lebar.

Atas dasar itu, Haposan mengadukan atas perbuatan tersebut ke Polda Metro Jaya pada 28 Januari 2021. Sebaliknya, ia kemudian dilaporkan balik oleh pihak lawan kliennya, yakni pada 10 Maret 2021. Sampai akhirnya, Haposan ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan bikin pengaduan palsu.(rd)

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: