Istri Diduga Gila Mendadak, Hanya Suami Duduk di Kursi Pesakitan dan Dituntut 3 Tahun Penjara

Share it:

Jakarta, (MediaTOR Online) -  Unsur tindak pidana penipuan  melanggar Pasal 378 KUHP  telah terbukti dilakukan terdakwa Subandi Gunadi  untuk menggerakan  orang lain agar menyerahkan sesuatu barang dengan rangkaian kata-kata bohong. Terdakwa memperdayai  saksi korban Fransisca sebagaimana keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang terungkap atau diperlihatkan dalam persidangan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hadi Karsono SH menyatakan hal itu dalam repliknya terkait kasus penipuan yang diduga dilakukan Subandi Gunadi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (21/9/2022). Dengan terbukti secara sah dan meyakinkan unsur tindak pidana sebagaimana tuntutan sebelumnya (Subandi Gunadi dituntut tiga tahun penjara), JPU Hadi Karsono kemudian menyatakan tetap pada tuntutan. 

Selanjutnya JPU juga meminta majelis hakim pimpinan Togi Pardede SH MH  agar menolak pendapat dan permohonan penasihat hukum terdakwa yang tertuang dalam pembelaan atau pledoi. Menerima seluruh dalil-dalil JPU baik dalam tuntutan maupun pada replik. Yaitu menghukum terdakwa sesuai dengan tuntutan yang diajukan.

Dalam persidangan sebelumnya, saksi korban Fransisca kenal bahkan akrab dengan terdakwa Subandi Gunadi  tahun 1997 di Surabaya.  Kemudian bertemu tahun 2010 di Surabaya dan  saat ini terdakwa Subandi Gunadi yang pengusaha property  memperkenalkan Harjanti Hudaja,  istrinya.

Harjanti bersama Subandi mengatakan bahwa mereka tengah  jual-beli property dan membutuhkan dana. Saksi korban Francisca diajak investasi dengan  memperoleh keuntungan 3 persen sampai 5 persen jangka waktu tiga minggu dari uang diberikan. “Sis, ini gw lagi jalanin proyek, butuh tambahan modal, lu mau ga titip modal lu di gw nanti ada keuntungannya, dari pada duit lodi simpan di deposito,” demikian Harjanti sebagaimana ditirukan JPU dalam repliknya. 

Fransisca tertarik. Diserahkanlah uang atau penyertaan modal hingga mencapai Rp 5 miliar. Awal-awalnya sempat ditransfer keuntungan. Bahkan Harjanti dan Subandi memberikan cek dan billyet giro atas nama PT Citrindra sebagai jaminan sekaligus untuk meyakinkan saksi korban.  Belakangan diketahui  perusahaan tersebut sudah lama vacum/tidak beroprasi dan didapat fakta bahwa tidak ada uang di dalam rekening cek dan billyet giro tersebut.

Selain cek dan giro bilyet denganperincian sebagai berikut: 1).1 (satu) lembar Cek Bank Mandiri dengan nomor FQ900351 untuk pencairanpada tanggal 15 Februari 2019 sebesar Rp 1.000.000.000; dan 2).1 lembar Bilyet Giro dengan nomor CL892491 untuk pencairan pada tanggal 22 Februari 2019 sebesar Rp 3.200.000.000,  terdakwa Subandi bersama istri Harjanti  juga memberikan jaminan tambahan berupa “Surat Pernyataan Uang titipan sebanyak  dua lembar masing-masing senilai Rp 500.000.000,-  dan Rp1.000.000.000,- sehingga total menjadi Rp 1.500.000.000,-.  

Ini bukti jaminan untuk pelunasan pokok pinjaman, tidak termasuk pembagian keuntungan yang dijanjikan. Tidak itu saja, Subandi juga menjanjikan membayar keuntungan sesuai perjanjian awal serta mengatakan “hitung saja semua pokok plus keuntungan. Namun semua itu hanya angina surga, pepesan kosong atau isapan jempol.

 Gila Mendadak

Menanggapi replik JPU tersebut, penasihat hukum Fransisca, Ir Andi Darti SH MH, menyebutkan sidang kasus penipuan itu seharusnya juga menghadirkan istri terdakwa, Harjanti Hudaja sebagai terdakwa. Bahkan Harjanti-lah sebagai terdakwa I atau utamanya.

Sobandi Gunadi duduk sendirian sebagai terdakwa. Istrinya dilaporkan menderita gangguan kejiwaan atau gila


Namun apa yang terjadi? “Tersangka kasus penipuan dan penggelapan itu menggunakan trik seperti orang gila yakni sering menangis, bingung, kadang-kadang gelisah dan tidak konsentrasi. Jika ditanya mengenai masalahnya hanya menangis dan menjawab tidak tahu, sehingga untuk sementara lolos dari jerat hukum,” ujar Andi Darti usai sidang replik di PN Jakarta Utara, Rabu (21/9/2022). 

JPU Hadi Karsono juga membenarkan bahwa Harjanti Hudaja tersangka dalam kasus itu. Dia menyebut pihaknya mendapat laporan dari penyidik bahwa tersangka Harjanti mengalami gangguan jiwa setelah kasusnya tahap P-21 atau memenuhi syarat untuk disidangkan. “Sakit terus tersangka Harjanti, maka suaminya dulu yang kami sidangkan,” kata Hadi Karsono. 

Menghadapi ulah Harjanti ini, Andi Darti menyarankan penyidik Polda Metro Jaya menggunakan alat penguji kebohongan dan pemeriksaan psikolog untuk mematahkan trik-trik gila tersangka. "Juga bisa ditelusuri dari riwayat sehat-tidaknya tersangka Harjanti Hudaja sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” kata Andi.

Andi Darti mengaku heran pula karena tersangka yang dikatakan stress tersebut masih tetap melanjutkan gugatan terhadap kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. adahal pada tanggal 9 Februari 2022,  tersangka sudah berada dalam pengampuan kakaknya yang bernama Justini Hudaja sesuai Penetapan Pengampuan Nomor 108/Pdt.P/2022/PN Sby.

“Jika Harjanti Hudaja sudah ditetapkan berada dalam pengampuan sesuai Penetapan dari Pengadilan Surabaya tanggal 9 Februari 2022 tersebut, seharusnya Justini Hudaja selaku  Pengampu mencabut gugatan atas nama adiknya tersebut,  karena Harjanti Hudaya sudah dinyatakan tidak cakap,” jelas Andi.

Menurut Andi Darti, saat melakukan aksi penipuan dan penggelapan yang mengakibatkan kliennya merugi hingga mencapai Rp5 miliar tersebut, saat itu tersangka Harjanti Hudaja dalam keadaan baik-baik saja. “Kenapa setelah ditetapkan sebagai tersangka dan hendak ditahapduakan mendadak “Belgi” alias Belaga Gila atau mendadak gila, ini sih trik kuno dan mudah sekali disimpulkan oleh siapapun. Kami meminta penyidik Polda Metro Jaya untuk segera melimpahkan berkas berikut tersangka Harjanti agar kasus dapat segera digelar di pengadilan,” katanya.

Andi Darti menduga tersangka Harjanti sebenarnya “Waras” dan diduga ada perencanaan dan kerja sama dari pihak keluarga tersangka Harjanti Hudaja untuk meloloskan tersangka dari jerat hukum. 

Andi Darti menyebutkan bahwa penyidik kepolisian tidak berwenang untuk melepaskan/menghentikan penyidikan terhadap tersangka yang diduga mengalami gangguan kejiwaan, karena yang berhak menentukan apakah pelaku tindak pidana tersebut mengalami gangguan kejiwaan dan dapat atau tidaknya pelaku tersebut dihukum adalah hakim tentunya berdasarkan bukti-bukti dan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan.

“Hal itu sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP berbunyi: “Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa/dirawat,” demikian Andi Darti.***

Share it:

Hukum Dan Kriminal

Post A Comment:

0 comments: