Sejumlah Aktivis Akan Datangi Mabes Polri Terkait Pencemaran Lingkungan Perusahaan Batubara di atas Lahan Milik Warga Prabumulih Barat

Share it:

Palembang,(MediaTOR Online) - Sejumlah Aktivis akan mendatangi Mabes Polri guna mendesak Kapolri untuk segera mengambil alih penanganan kasus Pencemaran lingkungan akibat penambangan batubara PT. Musi Prima Coal dan PT. Lematang Coal Lestari yang menggenangi lahan milik Warga Desa Gunung Kemala, Kecamatan Prabumulih Barat, Prabumulih, Sumatera Selatan.

      Kepada Wartawan di Palembang, Minggu, Koordinator Nasional Society Corruption Investigation (SCI) Asmawi, HS mengungkapkan, persoalan limbah perusahaan Batubara PT. Musi Prima Coal dan PT. Lematang Coal Lestari yang mencemari puluhan hektare lahan milik Warga Desa Gunung Kemala, Kecamatan Prabumulih Barat, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan di Desa Gunung Raja, Kampung Tiga, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Muara Enim, Sumatera Selatan telah berlangsung lama. Namun sampai saat ini belum ada penyelesaian.

    Menurut Asmawi, kasus ini telah ditangani Polda Sumatera Selatan satu tahun lebih namun belum ada perkembangan yang signifikan. Begitu juga penyelesaian ganti rugi terhadap lahan warga terdampak sampai saat belum ada penyelesaian.

      Menurut Asmawi, HS,sebagai contoh, salah seorang warga bernama Yogosman telah melapor ke Polda Sumatera Selatan. Sebagai tindak lanjut laporan itu, Unit III Subdit IV Tipidter Ditreskrimum Polda Sumsel, dengan dasar: Laporan informasi Nomor: R/LI-49/XI/2022/Ter/Ditreskrimsus Tanggal 14 September 2022 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP-Lidik/III/IX/2022/Ter/Ditreskrimsus Tanggal 19 September 2022, melakukan langkah langkah yang diantaranya mendatangi tempat kejadian perkara dan melakukan pemeriksaan saksi saksi. Namun, hingga saat ini satu tahun penanganan kasus ini belum ada kejelasan.

      Menurut Asmawi, pihaknya beberapa waktu yang lalu, mendampingi pemilik lahan, Yogos, menemui Penyidik Unit III Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel untuk menanyakan tindak lanjut penanganan laporan Yogos. Saat pertemuan ,salah seorang Penyidik, Aipda Adhimas P, SH menyebutkan bahwa tanah atas nama Yugos diakui oleh pihak lain bernama Darwan. Disebutkan juga bahwa Darwan sudah menerima ganti rugi dari perusahaan.

  Menjawab pertanyaan apa dasar ganti rugi dari perusahaan tersebut. Dijawab oleh Adhimas, Darwan punya SPH. Ditanya lagi, apakah Darwan dan pihak perusahaan sudah di BAP, dijawab sudah. Namun ternyata, dasar ganti rugi itu Surat Hibah tertanggal 26 Juni Tahun 2014 dari Ripin yang mengaku pemilik tanah kepada Darwan. Sebagai saksi M.Said, tanpa ditandatangani Kepala Desa. Surat Hibah tersebut diragukan keabsahannya. Sebab, M.Said (orang tua Yugos) meninggal pada 12 Mei 2008. Sedangkan Ripin (orang tua Darwan) Meninggal pada tahun 2006. Sedangkan Surat Hibah dibuat Tanggal 26 Juni 2014. Pertanyaannya adalah, kenapa Penyidik tidak meneliti dan memintai keterangan pihak lain tentang Keabsahan surat tersebut.

     Menurut Asmawi, persoalan puluhan lahan milik warga lainnya yang tercemar akibat limbah beberapa perusahaan batubara tersebut, sampai saat ini belum ada penyelesian. Diduga ada permainan oknum aparat dengan pihak perusahaan. Saat ini, limbah yang menggenangi lahan warga hampir dua meter. Akibatnya, tanaman seperti kebun sawit, tanaman kencur dan tanaman jahe tidak bisa dipanen dan lahan tersebut tidak bisa dimanfaatkan lagi.

     Terkait dengan itu, sejumlah aktivis dalam waktu dekat akan mendatangi Mabes Polri untuk meminta Keadilan dan mendesak Kapolri untuk segera mengambil alih kasus tersebut dari Polda Sumatera Selatan.

     Selain itu, bersama warga akan melakukan aksi penutupan paksa saluran atau pipa pembuangan limbah PT.LCL di Gunung Raja, yang membuang limbah ke Sungai Panimur.(rd)

Share it:

Hukum

Post A Comment:

0 comments: