Jakarta, (MediaTOR Online) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Sofia Marlianti Tambunan membebaskan terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum. Pasalnya, bapak anak itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa maupun dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hadi Karsono.
Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan bahwa terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan tidak melakukan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 266 KUHP dan 263 KUHP sebagaimana didakwakan maupun dituntut JPU Hadi Karsono.
“Tidak ada perbuatan pidana dilakukan baik Aky maupun Eva. Oleh karenanya, JPU majelis hakim perintahkan mengeluarkan kedua terdakwa dari dalam tahanan, merehabilitir harkat dan martabatnya. Selain itu, JPU diperintahkan mengembalikan telepon genggam yang jadi barang bukti dalam perkara ini kepada terdakwa,” tutur Sofia.
Majelis hakim menyebutkan, akta yang dibuat di Ancol yang menunjukkan Alexander tidak pernah menikah dengan Katarina Bonggo Warsito bukan atas kemauan kedua terdakwa. Saksi Muk’in yang buat akta, dan tidak ada yang menyuruh menulis Alexander belum pernah menikah. Termasuk kedua terdakwa, tidak pernah menyuruh petugas notaris Muk’in membuat akta yang menyebutkan Alexander tidak pernah menikah dengan siapapun, termasuk dengan Katarina.
Petugas notaris atau Muk’in, urai majelis hakim, mencatatkan seperti itu sesuai yang tercatat di KTP Alexander yang sebelumnya diserahkan kepada notaris. Sewaktu penandatangan akta pun, Katarina tidak benar diusir dari Ancol. Dia menyaksikan penandatanganan akta tersebut sesuai keterangan saksi Meta Dewi.
“Jadi, kedua terdakwa tidak tahu menahu dengan isi akta itu. Mereka hanya menandatangani saja. Mereka juga baru kali itu bertemu dan mengenal notaris tersebut,” kata Sofia. Oleh karena itu, katanya lagi, kedua terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan pertama pasal 266 KUHP dan dakwaan alternatif 263 KUHP.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan keluarga Aky Jauwan meminjam uang dari bank dan mengagunkan sertifikat rumah untuk membeli/menyicil toko di Lindeteves.
Setelah Katarina dengan Alexander bercerai kemudian Alexander meninggal, tiba-tiba datang Katarina meminta uang Rp 350 juta ke keluarga Aky Jauwan. Setelah dipenuhi, datang lagi meminta Rp 500 juta. Keluarga Aky yang baik terus sama Katarina tidak dapat menyanggupinya.
Selanjutnya Katarina datang lagi meminta bagi dua hasil toko Lindeteves. Bagiannya Rp 17,5 miliar. Keluarga Aky Jauwan tidak dapat menyanggupi, melainkan menawarkan satu titik apartemen dan satu unit mobil. Katarina tidak mau menerimanya. Dia memilih melaporkan dugaan pemalsuan akta terkait kepemilikan toko Lindeteves.
Menanggapi vonis bebas tersebut, JPU Hadi Karsono menyatakan pikir-pikir dahulu sebelum menentukan sikap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau tidak. Sedangkan kedua terdakwa dan penasihat hukum Djalan Sihombing dan Banggal Napitupulu menyatakan menerima.
Djalan Sihombing mengaku puas dengan vonis bebas tersebut. Dia menilai keadilan dan kebenaran masih ada di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. “Kami salut melihat sikap tegas Ketua Majelis Hakim Sofia Tambunan,” kata Djalan Sihombing.
“Majelis hakim memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta hukum. Kami justru bersyukur perkara ini sampai ke pengadilan sehingga jelas duduk perkara atau permasalahan yang sebenarnya. Ada pihak-pihak yang ingin memenjarakan Aky sebelumnya. Padahal, tidak ada niatnya mengambil hak orang lain. Keluarga terdakwa ini pun baik sekali terhadap Katarina, sayangnya disalahgunakan,” tuturnya. (Pas)
Post A Comment:
0 comments: