Jakarta, (MediaTOR Online) – Tidak selamanya kreasi dinilai positif. Adakalanya justru dipandang negatif. Bahkan dikategorikan sebagai suatu perbuatan pidana.
Aktivis muda yang juga mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, M Adhiya Muzakki, menjadi terdakwa terkait kegiatannya bermedia sosial (medsos). Oleh karena itu, dia mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan pelanggaran Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui tim pengacara Zeesha Fatma Defega SH, Zena Dinda Defega SH, Ezar Ibrahim SH, Tua Alpaolo Harahap SH, Dr Ridwan Saldi Tarigan SH dengan Ketua Tim Erman Umar SH.
Pembacaan eksepsi terdakwa perintangan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/10/2025), tim penasihat hukum yang dipimpin Erman Umar SH menyatakan dakwaan jaksa tidak cermat dan kabur karena mencampuradukkan peristiwa hukum yang tidak berkaitan dengan terdakwa.
“Jaksa memasukkan nama-nama seperti Junaedi Saibih dan Tian Bachtiar dalam uraian dakwaan, padahal klien kami tidak memiliki hubungan hukum maupun komunikasi dengan mereka. Ini menjadikan dakwaan kabur dan merugikan hak Terdakwa,” kata Erman.
Dalam eksepsinya, dia lebih lanjut menegaskan bahwa kebebasan berpendapat diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
Advokat Erman Umar SH.
Erman mengutip putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-VI/2008 yang menegaskan bahwa pembatasan terhadap kebebasan berpendapat hanya dapat dilakukan oleh hukum yang jelas dan proporsional.
“Menerapkan Pasal 21 UU Tipikor terhadap ekspresi di media sosial merupakan bentuk penyimpangan penerapan hukum atau error in objecto, bahkan bisa disebut kriminalisasi terhadap hak konstitusional warga negara,” tuturnya.
Menurut Erman, dakwaan yang menyebut terdakwa membuat konten berdasarkan keterangan ahli justru menunjukkan bahwa semua pihak sudah mengetahui isi keterangan ahli terlebih dahulu sebelum konten itu dibuat.
“Artinya, tidak ada kaitan antara konten yang dipublikasikan terdakwa dengan upaya mengganggu atau mempengaruhi jalannya persidangan,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan eksepsi secara objektif dan menyatakan surat dakwaan jaksa batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam KUHAP.
M Adhiya Muzakki didakwa jaksa terlibat dalam aktivitas digital yang dikaitkan dengan pembentukan opini publik mengenai perkara dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Dalam dakwaan jaksa tersebut disebutkan sejumlah nama seperti Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bachtiar terlibat dalam pembuatan konten di media sosial dan acara televisi. Namun, pihak terdakwa Adhiya menegaskan tidak pernah berhubungan atau berkomunikasi dengan pihak-pihak tersebut. (Pas)



Post A Comment:
0 comments: