Ahli Hukum Dr Anwar Husin SH MM Sambut SEMA Nomor 10 Tahun 2020

Share it:

Jakarta,(MediaTOR Online) - Ahli hukum pidana Dr Anwar Husin SH MM menyambut baik keputusan  Mahkamah Agung (MA) yang kemudian menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah  Agung tahun 2020 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.

Di dalam SEMA yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin itu terdapat lima poin. Salah satunya, terkait kerugian anak perusahaan BUMN/BUMD bukan termasuk kerugian keuangan negara.

Dr Anwar Husin SH MH


Keputusan MA tersebut, kata Anwar Husin, memperjelas status hukum BUMN dan BUMD.  Selama ini, katanya, sering menimbulkan dilema antara independensi korporasi untuk melakukan inovasi dengan ancaman jerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), karena sebagian kekayaan yang dikelolanya bersumber dari  uang negara ketika korporasi menghadapi resiko bisnis.

Menurut Anwar Husin, hukum pada dasarnya terbagi  atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik adalah hukum yang mengatur interaksi antara warga dan negara serta kepentingan umum. Kemudian hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antarmanusia terkait kepentingan perorangan.

Perseroan terbatas,  jelas Anwar Husin, merupakan badan hukum privat yang memiliki tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan dalam melakukan kegiatan usahanya.

Keputusan MA terkait kerugian anak-anak perusahaan BUMN/BUMD  yang tidak termasuk kerugian keuangan negara,  kata Anwar Husin,  merupakan badan hukum privat. Artinya  kerugian yang terjadi pada anak perusahaan BUMN atau BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD, dan tidak menerima atau menggunakan fasilitas negara, tidak termasuk kerugian keuangan negara.

Kekayaan BUMN Persero maupun kekayaan BUMN Perum, papar Anwar Husin, sebagai badan hukum bukanlah menjadi bagian dari kekayaan  negara. Kekayaan negara yang dipisahkan di dalam BUMN, jelasnya, hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara.

Pasal 1 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya disebut Persero, kata Anwar Husin, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 persen dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.

Selanjutnya, Pasal 11 menyatakan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur di dalam  UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. BUMN yang berbentuk Perum juga adalah bagian badan hukum yang berdasarkan Pasal 35 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan bahwa Perum memperoleh status Badan Hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.

Anwar Husin menilai di kalangan penegak hukum masih ada kesalahanpahaman status hukum BUMN/BUMD. Akibat kesalahpahaman dalam pengertian “kekayaan negara” ini, tuduhan tindak pidana korupsi juga mengancam direksi BUMN.

UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memang menjelaskan bahwa  seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik dipisahkan atau tidak dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara.

Anwar Husin menekankan bahwa “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam BUMN yang dimaksud adalah secara fisik berbentuk saham yang dipegang oleh negara. Tetapi, harta kekayaan yang dimiliki oleh BUMN tidak menjadi bagian dari kekayaan negara. Salah pengertian atas “kekayaan  negara” membuat tuduhan korupsi juga dikenakan pada tindakan-tindakan direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara.

Padahal UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas mengatakan bahwa seseorang baru dapat  dikenakan tindak pidana korupsi dalam sebuah korporasi, jika seseorang dengan sengaja menjual saham secara melawan hukum.

Penempatan uang negara di BUMN dalam beberapa teori sering dibenturkan dengan independensi badan hukum korporasi yang harus diberi ruang untuk mengelola secara privat dalam mengantisipasi konsekuensi resiko bisnis. Selanjutnya, Anwar Husin, berharap semua pihak terutama aparat penegak hukum (APH) mengerti dan paham makna isi SEMA Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tersebut. (Wil)

Share it:

Hukum

Post A Comment:

0 comments: